Undang-Undang Kepailitan mengatur bahwa debitor yang mempunyai dua atau lebih kreditur dan tidak membayar sedikitnya satu utang (pokok atau bunga) yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dapat diajukan permohonan pailit pada putusan Pengadilan Niaga baik atas permohonan debitor sendiri maupun atas permintaan seorang atau lebih krediturnya (Pasal 1 ayat (1) dan Penjelasan). Khusus untuk bank sebagai debitor, Undang-Undang Kepailitan mengatur bahwa permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh BI (Pasal 1 ayat (3)). Bank adalah lembaga keuangan yang dikhususkan dalam hal permohonan pernyataan pailit. Dalam hal debitor pailit adalah bank, maka yang berhak mengajukan pailit adalah Bank Indonesia. Bila dicermati pengertian kepailitan berdasarkan Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Kepailitan, nampaknya upaya kepailitan ini sangat sulit untuk diberlakukan bagi bank sebagai debitor, mengingat bank mengemban kepercayaan masyarakat termasuk orang asing. Dalam kasus Bank Global, seorang nasabah bernama Lina ingin mencairkan dananya, namun Bank Global tidak dapat memenuhi permintaan nasabah tersebut. Lina yang ingin segera mendapatkan uangnya kembali, mengajukan permohonan pailit terhadap Bank Global (Dalam Likuidasi). Setelah Lina mengajukan gugatan pada Pengadilan Niaga, dimana putusannya adalah menolak gugatan Lina karena tidak beralasan hukum. Lina mengajukan kasasi terhadap putusan Pengadilan Niaga, dan Mahkamah Agung menyatakan tidak dapat menerima permohonan pailit karena seorang nasabah tidak berwenang mengajukan pailit suatu bank. |