Dalam sistem hukum Indonesia, hukum asuransi tidak berdiri sendiri, tetapi berada dalam keseluruhan sistem hukum Indonesia. Secara yuridis, asuransi atau pertanggungan merupakan suatu bentuk perjanjian antara penanggung dengan tertanggung dengan menerima suatu premi untuk memberikan penggantian atas kerugian, kerusakan ataupun hilangnya keuntungan yang diharapkan. Sebagai suatu perjanjian, maka pada dasarnya asuransi merupakan hubungan timbal-balik para pihak. Walaupun syarat sahnya perjanjian asuransi mengikuti ketentuan Pasal 1320 BW, namun ada perbedaan mendasar berhubungan dengan penerapan asas itikad baik (Good Faith) dalam perjanjian perdata secara umum dengan penerapan asas itikad baik yang sempurna (Utmost Good Faith) dalam perjanjian asuransi, terutama yang berhubungan dengan implikasinya. Penerapan asas Utmost Good Faith menjadi aspek paling mendasar dalam perjanjian asuransi, yakni itikad baik yang teramat baik ataupun kejujuran yang sempurna, yaitu prinsip saling percaya antara penanggung dan tertanggung. Terkesan bahwa itikad baik yang diterapkan dalam perjanjian asuransi sama dengan itikad baik yang diterapkan dalam perjanjian umum. Namun dalam prakteknya kedua hal tersebut mempunyai implikasi yang sangat berbeda dan akan sangat merugikan jika para pihak dalam perjanjian asuransi tidak memahami secara mendalam arti daripada asas Utmost Good Faith yang sesungguhnya. Maka pembahasan sekitar pelaksanaan dan akibat hukum penerapan asas Utmost Good Faith sangat relevan, termasuk dalam hal ini adalah kaitannya dengan Penanggung (Perusahaan Asuransi). Pembahasan masalah penerapan asas tersebut sekaligus dapat memberikan indikator pembeda antara perjanjian perdata secara umum dengan perjanjian asuransi, yang mana dalam prakteknya belum banyak dipahami. |