Program konversi energi minyak tanah ke LPG yang dijalankan di Indonesia mengalami banyak kontroversi yang terjadi di masyarakat, berupa keputusan pemakaian kompor gas konversi atau tetap menggunakan kompor minyak tanah yang berarti menolak beralih menggunakan kompor gas konversi. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui penyebab sebenarnya dari fenomena pada program ini. Penelitian yang dilakukan terhadap tiga kelompok yaitu kelompok pengguna gas biasa (common user) sebagai variabel kontrol pandangan pemakaian gas, kelompok bukan pengguna (conversion non-user) dan kelompok pengguna (conversion user). Hasil penelitian lewat analisa afeksi-kognisi dan analisa AIO (attitude, interest, opinion) adalah bahwa pada kelompok conversion user tertarik untuk mengadopsi kompor gas karena bersih, praktis, nyaman digunakan. Adapun alasan kelompok conversion non-user tidak mengadopsi adalah masalah daya beli yang kurang dan kesulitan dalam mencari toko isi ulang gas, dimana kesulitan ini dikemukakan juga oleh kelompok conversion user. Inti dari permasalahan sebenarnya yang terjadi dalah telah terjadi perubahan tipe perilaku konsumen, yaitu dari membeli minyak tanah sebagai habitual buying menjadi dissonance reducing buying, dimana hal ini tidak mendapat perhatian dari pemerintah. Pemerintah tetap menganggap bahwa membeli isi ulang gas tetap sama seperti membeli minyak tanah. Kondisi ini dapat terjadi karena komunikasi sosialisasi yang terjadi adalah satu arah. Atau dengan istilah lain bahwa pemeritah tidak memakai komunikasi pemasaran dua arah dalam mengkomunikasikan program konversi melainkan lewat propaganda karena arus komunikasi yang terjadi hanya satu arah. Inilah jawaban mengapa terjadi pertentangan dalam program konversi energi minyak tanah ke LPG. |