Merek memiliki suatu bagian yang disebut dengan citra merek (brand image), yang dapat dinyatakan dan memberi kesan atas kepribadian suatu merek. Suatu merek haruslah dapat memberikan daya tarik visual dan menawarkan proteksi legal atas produknya. Citra merek yang positif dapat terbentuk akibat dari program pemasaran yang kuat dan menggunakan asosiasi yang unik, sehingga merek ada dalam ingatan konsumen. Selain itu citra merek dapat membantu perusahaan dalam mencapai pasar sasaran, sehingga tujuan perusahaan dapat tercapai. Citra merek merupakan salah satu aspek penting dalam dunia pemasaran dan sehubungan dengan itu, Rabu 7 Maret 2007 pukul 06.55 WIB telah terjadi kecelakaan GA-200 di Bandara Adi Sutjipto Yogyakarta, dimana kejadian tersebut menjadi ujian bagi Garuda Indonesia selaku maskapai penerbangan domestik dan internasional yang menyandang gelar sebagai flag carrier, yang pada saat itu citranya sangat dipertaruhkan. Adanya berbagai persepsi konsumen yang berbeda-beda di dalam menanggapi citra pasca kecelakaan dari beberapa maskapai penerbangan domestik lainnya di Indonesia, mendorong penulis untuk meneliti lebih lanjut tentang bagaimana strategi GIA di dalam memulihkan citra mereknya untuk mempertahankan pangsa pasar domestiknya selama ini. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk mengetahui strategi pemulihan citra merek dari GIA, untuk mengetahui citra merek sebelum dan sesudah kecelakaan GA-200 dan untuk mengetahui pangsa pasar domestik GIA sebelum dan sesudah kecelakaan GA-200. Guna mendapatkan data-data yang diperlukan untuk penelitian ini, maka penulis menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif. Untuk teknik pengumpulan data, penulis menggunakan metode kualitatif berupa teknik riset kepustakaan dengan penelitian dokumen dan studi kepustakaan, serta riset lapangan dengan melakukan wawancara mendalam. Untuk teknik analisis data, penulis menggunakan metode analisis kualitatif deskriptif untuk membaca data yang didapat dari lapangan dan memaparkan data yang telah diolah, serta metode kuantitatif sebagai pendukung dimana penulis mencoba untuk menginterpretasikan data berupa angka persentase (%), tanpa melakukan perhitungan statistika. Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan hasil bahwa GIA memiliki manajemen krisis yang baik dengan didukung oleh personilpersonil yang handal berupa Tim Emergency Response Plan (ERP). Citra merek dari GIA baik sebelum dan sesudah kecelakaan GA-200 di Yogyakarta tidak mengalami perubahan yang bernilai negatif. GIA justru mendapatkan penghargaan atas keberhasilannya di dalam mempertahankan citranya setelah kecelakaan GA-200, yaitu ICSA Award 2007 dan IPRA Award 2007. Untuk segmentasi pasar domestiknya, GIA menetapkan sebagai berikut: Business (56.4%), Leisure/VFR (34.7%) dan Special Needs (8.9%), yang dikelompokkan lagi ke dalam kelas Premium (15.5%), Middle (39.7%) dan Budget Travelers (44.8%). Pangsa pasar domestik dari GIA tidak mengalami penurunan, justru mengalami peningkatan sebesar 3.3%, dan untuk kriteria pasar domestiknya, GIA tetap konsisten untuk lebih memprioritaskan segmentasi pasar domestiknya pada penumpang dari kalangan menengah ke atas ”Business” (middle up). |