Pornografi adalah pelacuran dalam bentuk gambar yang bertujuan untuk membangkitkan nafsu birahi seseorang. Media Massa adalah sarana/ alat untuk menyampaikan informasi, gagasan, iklan, pendidikan, dan hiburan kepada masyarakat luas. Penyebaran pornografi bisa terjadi melalui media massa secara terselubung, baik melalui film, sinetron, situs internet, dan majalah. Tetapi untuk menentukan suatu sajian di media massa merupakan pornografi, perlu dilihat dulu bentuk kejahatan pornografi itu seperti apa?. Kemudian baru bisa dilakukan penegakkan hukum terhadap sajian media tersebut. Jika termasuk ke dalam ruang lingkup hukum pidana, tentu harus diproses secara pidana. Kejahatan pornografi meliputi gambar telanjang yang ditujukan untuk membangkitkan nafsu birahi, aktifitas seksual seseorang yang ditayangkan di media massa, tulisan yang dengan sengaja menceritakan hubungan seksual, dan harus mengandung unsur cabul bukan erotika. Karena erotika adalah gairah seksual yang merupakan kodrat alamiah dari setiap manusia. Hanya media massa yang memenuhi kriteria di atas yang bisa ditindak secara pidana. Yang harus bertanggung jawab bisa korporasinya, pemimpin redaksi, kameraman, maupun artisnya sendiri. Namun, semuanya harus dibuktikan secara hukum dan betul tidak melanggar Undang-undang yang berlaku. Undang-undang yang bisa dipakai adalah Undang-Undang Pers, Penyiaran, Informasi dan Transaksi elektronik serta KUHP. Sehingga dapat disimpulkan sejauh materi yang ditampilkan dalam media massa tidak memenuhi perbuatan melawan hukum sesuai yang tertulis dalam Undang-undang, maka tidak bisa diproses secara pidana. Dan, pelanggaran terhadap undang-undang tidak bisa hanya mengandalkan opini yang berkembang di masyarakat. Karena Republik Indonesia adalah negara hukum bukan negara kelompok masyarakat |