Pada setiap tahap perkembangan manusia, akan terjadi perubahan-perubahan baik secara fisik maupun psikis yang memerlukan proses penyesuaian diri termasuk juga pada lansia. Perubahan-perubahan tersebut biasanya merupakan penurunan kemampuan fisik, intelektual, kepribadian dan kehidupan sosialnya. Perubahan yang bersifat penurunan ini dapat mempengaruhi kondisi psychological well being lansia tersebut. Psychological well being adalah suatu konsep yang berkaitan dengan apa yang dirasakan individu mengenai aktivitas dalam kehidupannya sehari-hari. Ryff (1995) kemudian menyempurnakan konsep psychological well being ke dalam enam dimensi sebagai evaluasi seseorang mengenai kehidupannya yang dilakukan secara sadar, yang meliputi reaksi afektif yang sedang berlangsung yang diungkapkan pada saat tertentu meliputi diri sendiri dan masa lalu berupa penerimaan diri, adanya relasi yang berkualitas dengan orang lain, kepercayaan akan adanya tujuan dan makna hidup, adanya perasaan bertumbuh dan berkembang sebagai manusia, adanya kemampuan untuk mengatur kehidupan dan dunia sekitarnya dengan efektif, serta adanya tekad yang menunjukkan keteguhan hati. Ada berbagai cara untuk mempertahankan atau bahkan meningkatkan psychological well being pada lansia. Salah satunya adalah dengan mengikuti kegiatan religius. Kegiatan religius dibagi menjadi tiga yaitu organized yaitu melalui datang ke rumah ibadah dan ikut ambil bagian dalam kegiatan agama tersebut. Penelitian yang dilakukan Benson (dalam Paloutzian, 1996) menunjukkan bahwa kegiatan religius organized menurun sejalan dengan usia. Alasan yang paling umum adalah karena alasan kesehatan yang tidak memungkinkan, namun ada juga karena rasa malas (Ellison, 1996). Blazer & Palmore (dalam Paloutzian, 1996) menyatakan bahwa banyak lansia yang tidak melakukan kegiatan religius organized karena alasan kesehatan dan anggapan bahwa lansia tidak perlu melakukan kegiatan religius organized. Berdasarkan hal tersebut, peneliti ingin melihat perbedaan psychological well being pada lansia beragama Kristen Protestan yang aktif melakukan kegiatan religius organized dengan yang tidak aktif melakukan kegiatan religius organized. Berdasarkan teori yang ada diharapkan akan dapat terlihat perbedaan psychological well being pada lansia yang aktif dengan yang tidak aktif melakukan kegiatan religius organized. Sampel yang diambil adalah sebanyak 60 orang dengan menggunakan teknik purposive sampling. Dalam menganalisis data digunakan teknik uji beda independent sample t-tes. Hasil penelitian menunjukkan ada perbedaan yang signifikan pada kelima dimensi psychological well being yaitu dimensi penguasaan lingkungan, pertumbuhan diri, hubungan positif dengan orang lain, tujuan hidup, dan penerimaan diri. Kesemuanya menunjukkan bahwa lansia yang aktif memiliki skor yang lebih tinggi dari pada lansia yang tidak aktif. Sedangkan pada dimensi otonomi tidak terdapat perbedaan yang signifikan. Hal ini sesuai dengan beberapa penelitian dan teori yang sudah ada, bahwa ada hubungan yang signifikan antara kegiatan religius organized dengan psychological well being di mana mereka yang aktif melakukan kegiatan religius organized cenderung menunjukkan skor yang lebih tinggi pada masing-masing dimensi dibandingkan dengan mereka yang tidak aktif melakukan kegiatan religius organized. Terkecuali pada dimensi otonomi, nampaknya, aspek budaya lebih mempengaruhi seseorang dalam bertindak otonom daripada kegiatan religius organized. Hal ini membuat tidak ada perbedaan yang signifikan pada lansia baik yang aktif maupun yang tidak aktif melakukan kegiatan religius organized. Berdasarkan mean pada kedua kelompok subjek, nampak bahwa psychological well being pada lansia yang aktif maupun yang tidak aktif dalam melakukan kegiatan religius organized cukup tinggi. Hal ini mungkin karena baik lansia yang aktif maupun yang tidak aktif melakukan kegiatan religius organized melakukan kegiatan religius organized lainnya. Untuk penelitian selanjutnya diharapkan agar jumlah sampel diperbanyak dan tempat pengambilan sampel tidak hanya pada satu lokasi. Metode yang digunakan dalam penelitian selanjutnya juga diharapkan tidak hanya mengandalkan metode kuesioner, tapi disertai observasi dan wawancara yang lebih mendalam. Aspek lain yang mungkin mempengaruhi penelitian seperti spiritualitas dari lansia tersebut akan lebih baik diperhatikan kerena mungkin mempengaruhi penelitian. Alasan bagi lansia yang tidak aktif untuk tidak melakukan kegiatan religius organized serta motivasi utama dari lansia yang aktif melakukan kegiatan religius organzed juga akan lebih baik jika diperhatikan karena mungkin akan mempengaruhi dan memperkaya hasil penelitian. Selain itu, untuk penelitian selanjutnya akan lebih baik jika diadakan pada agama lain agar manfaat dari penelitian dapat lebih digeneralisasikan dan dirasakan oleh lebih banyak lansia. |