Masalah mengenai keluarga miskin di Kota Jakarta ini seperti tak pernah ada habisnya. Dengan luas wilayah Jakarta yang relatif kecil dan angka jumlah keluarga miskin yang tinggi, maka kebutuhan akan rumah untuk mereka pun semakin meningkat. Kemudian rumah susun sederhana (rusuna) dipercaya dapat dijadikan alternatif dalam memecahkan masalah tersebut. Namun ternyata, harga beli dan sewa rusuna masih dirasakan mahal untuk masyarakat miskin, dan pemeliharaan rusuna masih sangat minim. Untuk menanganinya, pihak pemerintah berniat menyediakan rusuna baru dengan harga beli dan sewa yang lebih terjangkau di 10 kota yang padat penduduk di Indonesia (“Dibutuhkan Seribu Tower Rumah Susun,” 2006). Salah satu lokasi proyek percontohan pembangunan rusuna yang baru, adalah Pulo Gebang.Pemilihan ini didasari dari banyaknya jumlah keluarga miskin di kelurahan tersebut. Namun ternyata, program pembangunan rusuna baru dari pemerintah tersebut menimbulkan pertanyaan “apakah rusuna cocok dengan nilai budaya masyarakat Indonesia?” Tampaknya pemenuhan kebutuhan akan tempat tinggal merupakan proses pengambilan keputusan yang tidak saja melibatkan aspek rasional, namun juga aspek psikologis. Masyarakat di Indonesia yang menempati rumah susun dianggap masih susah untuk beradaptasi karena kebiasaan mereka yang cenderung untuk tinggal di sebidang tanah dan menempati ruangan yang lebih luas atau lega untuk keluarga, bukan di gedung vertikal (“Rusunawa Murah,” 2006). Selanjutnya berdasarkan wawancara dengan beberapa warga Pulo Gebang, kondisi fisik bangunan rusuna yang vertikal dan memiliki banyak tangga, dianggap bisa mengancam keselamatan dan keamanan penghuninya. Oleh karena itulah peneliti tertarik untuk meneliti masyarakat miskin Pulo Gebang sebagai calon konsumen rusuna, guna mendapatkan gambaran prioritas dan sistem nilai yang mereka miliki. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 91 orang laki-laki dewasa (20-65 tahun) yang tinggal di Kelurahan Pulo Gebang. Teknik sampling yang digunakan adalah teknik judgemental sampling. Nilai yang dimiliki responden diukur dengan alat ukur PVQ (Portrait Value Questionaire). Sedangkan informasi yang berkaitan dengan tempat tinggal responden dan persepsi responden mengenai rusuna diperoleh melalui teknik wawancara dengan panduan wawancara terstruktur. Untuk melihat gambaran prioritas pemenuhan nilai responden, peneliti menggunakan metode mean.Kemudian dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa meaning atau arti rumah bagi responden adalah tempat tinggal yang memiliki lingkungan yang aman, bersih, dan sehat, yang sesuai dengan nilai utama mereka yaitu security, serta yang memiliki lingkungan masyarakat yang bersahabat dan saling menghargai, yang sesuai dengan nilai-nilai utama mereka lainnya yaitu benevolence dan niversalism. Setelah mendapatkan gambaran prioritas dan sistem nilai, diharapkan dilakukan lagi penelitian lanjutan dengan metode kualitatif, di mana wawancara dilakukan secara lebih mendalam. |