Perjanjian aliansi strategis merupakan salah satu bentuk kerjasama yang modern, dimana kerjasama ini dibentuk oleh para pelaku usaha yang beraliansi demi mengakomodasi kebutuhan-kebutuhan pasar. Perjanjian ini memiliki banyak bentuk dan variasi yang antara lain adalah perjanjian kerjasama, lisensi dan franchise, kepemilikan saham, perjanjian OEM (Original Equipment Manufacture), joint venture, akuisisi, cross sharing, anak perusahaan dan merger. Mengenai aliansi strategis itu sendiri tidak diatur secara jelas, tegas dan terperinci. Walaupun begitu perjanjian aliansi strategis ini dapat dianalisa dengan hukum perdata dan juga hukum persaingan usaha. Sebuah perjanjian dikatakan sah menurut hukum perdata apabila telah memenuhi unsur syarat sahnya perjanjian yang diatur dalam pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yaitu sepakat, cakap, suatu sebab yang halal, dan tentang suatu hal. Sah menurut hukum perdata tidak lantas sah juga menurut hukum persaingan usaha. Ada hal-hal tambahan yang harus dipenuhi suatu perjanjian agar dikatakan sah menurut hukum persaingan usaha, yaitu bahwa dengan adanya perjanjian tersebut maka tidak menimbulkan efek negatif yang merugikan masyarakat. Sebuah perjanjian aliansi strategis akan masuk dalam jurisdiksi hukum persaingan usaha apabila karena adanya perjanjian tersebut mengakibatkan terhambatnya persaingan baik secara horisontal, vertikal maupun diagonal yang pada akhirnya menyebabkan terjadinya praktek monopoli dan persaingan usaha yang tidak sehat. |