Baca dan praktekkan buku ini kalau mau cerdas Ditulis oleh: Diao Ai Lien, Ph. D. Pada tanggal: 25-01-2008 12:05
HOW TO READ A BOOK:
Cara Jitu Mencapai Puncak Tujuan Membaca
(penulis resensi: Edwin Lubis)
Masterpiece Adler yang telah melegenda ini membahas lengkap berbagai persoalan, tujuan, level, cara, dan manfaat membaca. Sebagian kita tentu pernah mengalami kehilangan konsentrasi, jatuh tertidur saat membaca, lupa atau pun tidak mengerti apa yang baru saja kita baca. Kita mungkin membaca sebuah buku sampai selesai, tapi saat diminta menceritakan isi buku itu dengan bahasa sendiri, atau diminta membuat ringkasan, kita kalang kabut. Apalagi saat diminta mengkritisi sebuah buku, kita bungkam. Dan kalau pun kita menyuarakan kritik, seringkali kritik itu tidak relevan.
Membaca di atas level dasar (level yang biasanya kita lalui di SD) adalah belajar tanpa kehadiran guru. Manfaat optimal dari kegiatan membaca ini bisa kita raih jika kita membaca buku-buku bermutu, dengan tujuan memahami. Untuk itu, sebagaimana belajar, kita harus mengaktifkan pikiran selama membaca. Mengaktifkan pikiran dengan bertanya kepada buku sambil membacanya dan berusaha sendiri untuk menemukan jawaban di dalam buku yang sedang kita baca itu.
Membaca buku, dengan tujuan mendapatkan atau menambah pengertian-termasuk mengkritisi--, haruslah sama aktifnya dengan menulis. Sebagaimana penulis berusaha untuk membuat tulisan yang baik agar ide, pesan, atau pemikirannya bisa dimengerti, pembaca pun perlu berusaha keras, dengan teknik yang benar, untuk mengerti tulisan itu dengan baik. Kecakapan bertanya, dan menjawab sendiri dengan tepat, selagi membaca buku-buku bermutu, perlu terus diasah sehingga menjadi kebiasaan, yang pada gilirannya menjadikan kita merdeka secara intelektual. Merdeka, tidak bergantung pada pendapat dan kehadiran orang lain, dan leluasa mengatur waktu dan tempat, untuk mempelajari dan memahami sesuatu. Kita secara cerdas dapat memahami lalu mengkritisi pendapat Plato (Athena, 400 BC), Aristoteles (Athena, 400 BC), Montesqueieu (Perancis 1689-1755), Adam Smith (Great Britain, 1723–1790), Karl Marx (Jerman, 1818–1883), Max Weber (Jerman, 1846-1920), Keynes (England, 1883-1946), Hatta (Indonesia, 1902-1980), Kelso (AS, 1913-1991) tentang pemerintahan dan kehidupan sosial yang ideal, tanpa harus bertemu muka dengan mereka dan tanpa perlu terjebak, untuk harus berpihak dalam pertikaian pandangan yang kerap terjadi diantara mereka.
Aktivitas dan tujuan membaca seperti yang diajarkan Adler ini, tentu saja butuh usaha khusus, dan pertanyaan yang diajukan pun harus sesuai dengan tingkatan membaca kita. Pertanyaan yang diajukan pada level INSPEKSIONAL—level membaca yang bukan sekadar cepat, tetapi tepat, sesuai tingkat kepentingan dan kesukaran materi yang sedang dibaca--, berbeda dengan pertanyaan pada level ANALITIS—memahami dan mengkritisi--, dan juga berbeda dengan level SINTOPIKAL—memahami sebuah topik secara komparatif. Saat menganalisis bacaan pun kita perlu menyesuaikan pertanyaan dengan jenis buku yang kita baca. Metoda, susunan, dan tujuan penulisan buku Fiksi berbeda dari buku Non-Fiksi. Metoda, susunan, dan tujuan penulisan buku-buku Non-Fiksi pun terdiri dari berbagai jenis. Buku praktis ( bab 13) berbeda dari buku teoretis, buku Sejarah (bab 16) berbeda dari buku Matematika dan Sains (bab 17), begitu juga buku Filsafat (bab 18) berbeda dari literatur Ilmu-ilmu Sosial (bab 19).
Sebagai bonus, saat berusaha memahami dan menekuni petunjuk-petunjuk isi buku ini, tanpa dapat dicegah, pemikiran kita bertumbuh, dan terus bertumbuh, menjadi semakin cepat, sistematis, cermat, dan komparatif. Kita pun semakin bergairah untuk ‘berdiskusi’ dengan para tokoh yang pemikiran dan karyanya telah mewarnai sejarah peradaban kita, sampai hari ini. Karya-karya yang tadinya kita anggap menyulitkan, tapi penting, sekarang menjadi makanan pokok intelektual kita.
--Jakarta, 24 Januari 2008. Edwin Lubis, SanggarPencerahan@yahoo.com-- |
|