Anda belum login :: 13 Jun 2025 23:05 WIB
Detail
BukuProfil emotional intelligence pekerja dengan mengacu pada faktor profesi, karakteristik pekerjaan pegawai, dan jenis kelamin
Bibliografi
Author: Budiarti, Caesar Citraningtyas ; BENEDICTA P. DWI RIYANTI (Advisor)
Topik: Emotional Intelligence Pekerja
Bahasa: (ID )    
Penerbit: Fakultas Psikologi Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya     Tempat Terbit: Jakarta    Tahun Terbit: 2006    
Jenis: Theses - Undergraduate Thesis
Fulltext:
Ketersediaan
  • Perpustakaan Pusat (Semanggi)
    • Nomor Panggil: FP-934
    • Non-tandon: tidak ada
    • Tandon: 1
 Lihat Detail Induk
Abstract
Dalam dunia kerja individu tidak hanya belajar berbagai keterampilan teoritis atau akademik saja. Melalui berbagai aktivitas dan tuntutan pekerjaan yang dihadapi, dalam dunia kerja dipelajari juga berbagai keterampilan non akademis lain. Salah satunya adalah keterampilan yang berkaitan dengan kemampuan pengendalian emosi secara efektif di mana dalam bidang psikologi keterampilan semacam ini disebut sebagai kecerdasan emosi atau emotional intelligence. Secara lengkap emotional intelligence didefinisikan sebagai kemampuan untuk menggunakan emosi secara efektif, yaitu berpikir dan bertindak dengan mempertimbangkan emosi untuk mengetahui kapan dan bagaimana cara untuk mengungkapkan dan mengendalikan emosi. Sejalan dengan pemikiran tersebut, Goleman & Cherniss (2001) menyebutkan bahwa dunia kerja memang memiliki kontribusi terhadap perkembangan emotional intelligence individu melalui berbagai aktivitas yang terjadi di dalamnya. Dengan kata lain, dunia kerja merupakan sebuah proses di mana individu belajar emotional intelligence.Namun kemudian, dunia kerja sangat luas dan beragam. Keberagaman pertama dilihat dari sudut pandang profesi. Dunia kerja wirausaha dan pegawai ternyata memiliki karakteristik yang berbeda. Dunia kerja wirausaha diwarnai oleh ketatnya persaingan dan resiko kehilangan investasi yang tidak dialami oleh pegawai. Lebih jauh lagi, pegawai terbagi atas jabatan tertentu yaitu level staff dan manajer. Perbedaan jabatan ternyata juga memiliki keberagaman karakteristik pekerjaan. Seorang manajer menjalankan peran pengelolaan sedangkan staff hanya menjalankan peran pelaksana. Keberagaman lain dilihat dari sisi karakteristik pekerjaan ‘di belakang meja’ dan pekerjaan yang banyak melibatkan interaksi langsung dengan orang. Kedua pekerjaan ini berbeda dalam hal frekuensi dan intensitas interaksi. Mereka yang bekerja ‘di belakang meja’ tentunya tidak menjalin interaksi dengan frekuensi dan intensitas setinggi mereka yang dalam pekerjaannya banyak melibatkan interaksi langsung dengan orang. Selain itu, jenis kelamin juga menjadi faktor keberagaman lain dalam dunia kerja mengingat saat ini dunia kerja baik pegawai maupun wirausaha tidak hanya digeluti oleh jenis kelamin tertentu saja. Keberagaman tersebut menimbulkan proses belajar emotional intelligence yang berbeda-beda. Berangkat dari keberagaman tersebut, pertanyaan yang muncul kemudian adalah ‘apakah adanya keberagaman tersebut akan berimplikasi pada profil emotional intelligence individu yang berkecimpung di dalamnya?’. Untuk menjawab pertanyaan tersebut dibuatlah penelitian deskriptif komparatif ini untuk memperoleh gambaran profil emotional intelligence pekerja dengan mengacu pada faktor profesi, karakteristik pekerjaan pegawai, dan jenis kelamin. Lebih lanjut, peneliti memasukkan empat faktor acuan lain untuk memperoleh hasil tambahan. Keempat faktor tersebut adalah usia, lama bekerja, tingkat pendidikan, dan pernah/tidak mengikuti pelatihan. Topik ini dirasa menarik bagi peneliti karena hingga saat ini berbagai studi mengenai emotional intelligence dalam dunia kerja lebih banyak mengkaji peran emotional intelligence terhadap dunia kerja. Bagaimana kontribusi dunia kerja terhadap perkembangan emotional intelligence individu belum banyak dikaji lebih lanjut. Oleh karenanya melalui penelitian ini peneliti bermaksud untuk mengkaji lebih lanjut bagaimana dunia kerja berkontribusi terhadap perkembangan emotional intelligence individu yang berkecimpung di dalamnya. Jenis penelitian ini adalah non eksperimental dengan metode deskriptif komparatif. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan Inventori Kecerdasan Emosi (IKE) yang disusun oleh Sri Lanawati, Msi kepada 210 orang responden di Jakarta. Pengukuran validitas dilakukan dengan internal consistency di mana diperoleh 76 item valid yang digunakan dalam penelitian. Pengukuran reliabilitas menggunakan koefisien alpha cronbach di mana alat ukur terbukti reliabel. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pegawai manajer memiliki skor emotional intelligence paling tinggi dibandingkan wirausaha dan pegawai staff namun skor emotional intelligence wirausaha lebih tinggi dibandingkan staff. Baik pegawai yang melaksanakan pekerjaan ‘di belakang meja’ maupun yang dalam pekerjaannya banyak melibatkan interaksi langsung dengan orang keduanya memiliki emotional intelligence pada tingkat average. Berdasarkan jenis kelamin, emotional intelligence wirausaha pria lebih tinggi dibandingkan wirausaha wanita. Namun pada kelompok pegawai, baik pria maupun wanita keduanya memiliki emotional intelligence pada tingkat average. Melihat bahwa emotional intelligence staff relatif rendah, ada baiknya bila perusahaan menaruh atensi lebih dalam upaya peningkatan emotional intelligence staff. Tidak hanya pegawai staff, penting juga bagi wirausaha dengan skala usaha kecil/home industry untuk lebih meningkatkan emotional intelligence nya mengingat skor yang diperoleh masih relatif sama dengan pegawai staff. Pelatihan emotional intelligence serta penerapan tugas-tugas manajerial dalam konteks kegiatan sehari-hari disarankan untuk dilakukan sebagai upaya peningkatan emotional intelligence mengingat kedua hal tersebut terbukti memiliki kontribusi positif terhadap perkembangan emotional intelligence pekerja.
Opini AndaKlik untuk menuliskan opini Anda tentang koleksi ini!

Lihat Sejarah Pengadaan  Konversi Metadata   Kembali
design
 
Process time: 0.09375 second(s)