Anda belum login :: 24 Jul 2025 02:29 WIB
Detail
BukuHubungan Antara Orientasi Peran Gender Dengan Kompetensi Diri Pada Anggota Polri
Bibliografi
Author: Purasa, Widyastuti Helmi ; Johan, Retno Triyani (Advisor)
Topik: Orientasi Peran Gender
Bahasa: (ID )    
Penerbit: Fakultas Psikologi Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya     Tempat Terbit: Jakarta    Tahun Terbit: 2006    
Jenis: Theses - Undergraduate Thesis
Fulltext:
Ketersediaan
  • Perpustakaan Pusat (Semanggi)
    • Nomor Panggil: FP-909
    • Non-tandon: tidak ada
    • Tandon: 1
 Lihat Detail Induk
Abstract
Sejak dahulu telah digariskan dalam masyarakat bahwa laki-laki memiliki tugas sebagai pencari nafkah dan perempuan sebagai pengurus rumah tangga. Laki-laki dan perempuan sudah digariskan memiliki perannya masing-masing. Peran gender adalah hasil konstruk sosial, artinya perbedaan sifat, sikap, dan prilaku yang dianggap khas perempuan atau khas laki-laki atau feminin dan maskulin, terutama merupakan hasil belajar seseorang (Sadli, 1998). Pada perkembangannya, konsep orientasi peran gender juga berkembang. Mulai dari yang sangat mengotak-kotakan antara maskulin dan feminin secara kaku hingga yang membedakan orientasi peran gender menjad empat kelompok besar, yaitu maskulin, feminin, androgini, dan tak terdeferiensi menurut Rosenberg & Smith (dalam Hyde, 1985). Individu masuk dalam kategori orientasi peran gender maskulin atau orientasi peran gender feminim, yang tinggi pada satu kategori saja (maskulin atau feminin) berarti individu tersebut memiliki komponen psikologis dan sosial dari salah satu jenis kelamin. Hal ini memungkinkan seorang laki-laki memiliki orientasi peran gender feminin dan begitu pula sebaliknya. Orientasi peran gender androgini, yaitu tinggi pada kedua kategori (feminin dan maskulin) yang artinya individu memiliki komponen psikologis dan sosial dari kedua jenis kelamin. Sedangkan orientasi peran gender tak terdeferiensi yaitu individu yang tidak masuk dalam kategori maskulin ataupun feminin, yang artinya individu tidak memiliki komponen psikologis dan sosial dari kedua jenis kelamin.Dengan orientasi peran gender yang sudah ditetapkan selama ini, akanlah sangat sukar untuk melaksanakan tugas yang memiliki sifat berbeda dengan tugas yang selama ini dilakukan misalnya laki-laki harus mengurus rumah tangga dan perempuan bekerja mencari nafkah. Perubahan yang terjadi dalam dunia kerja saat ini adalah semakin banyaknya angkatan kerja perempuan yang memasuki dunia pekerjaan yang selama ini didominasi oleh laki-laki. Hal ini menimbulkan permasalahan baru di dalam dunia kerja. Banyaknya kasus diskriminasi adalah satu diantaranya. Misalnya dalam tubuh POLRI yang proporsi jumlah perwira perempuan lebih sedikit dibandingkan jumlah perwira laki-laki. Apabila dilihat dari UU yang mengatur tugas dan wewenang POLRI, menunjukan bahwa Polisi Wanita dapat mengemban tugas tersebut. Kurangnya apresiasi dalam pelaksanaan tugas seperti promosi kenaikan pangkat dan sebagainya pada ruang lingkup POLRI. Secara umum perempuan merasa bahwa dunia pekerjaan adalah bukan dunianya yang sebenarnya. Cara pandang yang demikian terhadap dunia pekerjaan menunjukan kurangnya perasaan kompetensi pada diri perempuan dalam dunia pekerjaan. Kompetensi diri adalah penilaian seseorang terhadap kemampuan-kemampuan diri sendiri, yang biasanya dilakukan sebelum melakukan tugas tertentu. Penilai mengengenai kompetensi diri ini mempengaruhi unjuk kerja yang akan dilakukan oleh orang tersebut. Kompetensi diri dipengaruhi oleh enative attainment, vicarious experience, verbal persuation, dan physiological state. Enactive attainment adalah hasil aktual dari tugas yang dibebankan kepada subjek. Vicarious experience adalah kondisi subjek ketika melihat dan membandingkan kemampuan dan hasil yang diperolehnya dengan hasil dan kemampuan orang lain. Verbal persuasion adalah dorongan atau persuasi orang lain terhadap diri subjek untuk meyakini bahwa subjek dapat menyelesaikan tugas yang dibebankan kepadanya. Sementara physiological state adalah pengalaman subjek terhadap kondisi fisiknya, jika subyek merasa lebih kuat secara fisik dibandingkan dengan orang lain, maka physiological state subjek menjadi tinggi. (Ferguson & Jones, 2001).Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara orientasi peran gender dengan kompetensi diri pada anggota POLRI.Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dan non-eksperimental dengan disain penelitian korelasional karena ingin meneliti hubungan antara dua variabel yaitu orientasi peran gender dan kompetensi diri. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah non-probability sampling yaitu purposive sampling. Teknik berarti peneliti melakukan usaha untuk mendapatkan sampel yang representative atas wilayah atau kelompok yang dinilai sesuai dengan tujuan penelitian.(Kerlinger 2000).Metode pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner orientasi gender yang diadaptasi oleh Waskito (1989) dari Bem Sex Role Inventory (BSRI, oleh Bem, 1979) untuk mengukur orientasi peran gender . Sedangkan Kompetensi diri diukur dengan kuesioner yang dibuat oleh peneliti sendiri yang berdasarkan teori Bandura.Hasil yang didapat dari penelitian ini menunjukan bahwa Tidak terdapat hubungan yang significan anatara orientasi peran gender feminin dengan kompetensi diri pada anggota POLRI. Dan terdapat hubungan yang signifikan antara orientasi peran gender androgini dengan kompetensi diri pada anggota POLRI. Selain itu didapatkan hasil tambahan bahwa terdapat perbedaan antar kompetensi diri pada orientasi peran gender faminin dengan penilaian mengenai kompetensi diri androgini pada anggota POLRI.
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan pengetahuan bagi instansi yang bersangkutan dan peneliti lain ang ingin melakukan penelitian yang berkaitan dengan topik ini.
Opini AndaKlik untuk menuliskan opini Anda tentang koleksi ini!

Lihat Sejarah Pengadaan  Konversi Metadata   Kembali
design
 
Process time: 0.109375 second(s)