Penelitian ini diawali dengan pengamatan peneliti akan beban pendidikan anak sekolah dasar yang semakin berat. Berdasarkan pengamatan terhadap fenomena yang ada, dapat dikatakan bahwa pendidikan di Indonesia adalah pendidikan yang stressful (Widiastono dalam Kompas, 2003). Kak Seto, pakar dunia anak (dalam Sinaga, 2004) menyatakan bahwa anak Sekolah Dasar di Indonesia terlalu dibebani oleh banyak pelajaran sehingga para pelajar yang rentang usianya antara 6-12 tahun cepat menjadi stres. Berdasarkan pengamatan Kak Seto, kegiatan belajar mengajar yang seharusnya memacu kreativitas para siswa Sekolah Dasar, justru menjadi stressor yang berdampak buruk terhadap kejiwaan anak karena banyaknya tuntutan pelajaran, les-les tambahan tugas dan pekerjaan rumah yang dibebankan kepada anak. Berkaitan dengan masalah stres pada anak, Bee (1981) menyatakan bahwa anak laki-laki lebih rentan terhadap stres, Elder (dalam Garmezy & Ruffer, 1983) juga mengatakan bahwa tingkat stres akademik anak laki-laki lebih tinggi daripada anak perempuan karena tuntutan terhadap anak laki-laki lebih besar dalam bidang akademik berkaitan dengan perannya untuk mencari nafkah setelah dewasa nanti. Bertentangan dengan hal diatas, kuesioner yang disebarkan oleh Summit County Internists & Associates pada tahun 2001 kepada siswa usia 10 – 15 tahun di Cedars School, Leighton sebelum menghadapi ujian, menunjukkan hasil bahwa lebih banyak anak perempuan yang menyatakan dirinya mengalami stres dibandingkan dengan anak laki-laki (Lifeworks, 2001). Lingkungan sosial pun cenderung lebih memberikan dukungan sosial kepada anak perempuan daripada anak laki-laki, dengan anggapan bahwa anak laki-laki memang dididik untuk kuat dan tegar. Mempertimbangkan perbedaan-perbedaan tersebut di atas, peneliti tertarik untuk melihat apakah terdapat perbedaan tingkat stres akademik antara anak laki-laki dan anak perempuan. Penelitian mengenai stres pada anak masih belum banyak dilakukan di Indonesia, padahal stres yang dialami sejak masa anak-anak mempunyai dampak buruk terhadap perkembangan mental anak di masa yang akan datang. Penelitian ini berfokus pada anak perempuan dan laki-laki usia 10 – 12 tahun yang duduk di kelas IV, V dan VI sekolah dasar dengan pertimbangan bahwa tuntutan kurikulum sudah semakin besar untuk kelas IV, V dan VI sekolah dasar, dan anak usia 10 – 12 tahun diharapkan sudah memenuhi tugas perkembangan baca-tulis sehingga tidak mengalami kesulitan dalam pengisian kuesioner. Sifat dari penelitian ini adalah non-experimental design, yaitu peneliti tidak melakukan randomisasi dan manipulasi terhadap independent variable. Jenis penelitian ini adalah field study – hypothesis testing, yaitu peneliti melakukan uji hipotesis. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif, yang dilakukan dengan membuat skala sikap untuk mengukur variabel tingkat stres dan melakukan perhitungan statistik dengan metode t-test untuk menguji apakah ada perbedaan tingkat stres antara kedua kelompok sample. Dalam penelitian ini, teknik sampling yang digunakan adalah non-probability sampling jenis accidental sampling. Jumlah sampel untuk try out adalah 84 subyek yang terdiri atas 49 subyek perempuan dan 35 subyek laki-laki yang duduk di kelas IV, V dan VI Sekolah Dasar Abdi Siswa. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 89 subyek yang terdiri atas 44 subyek laki-laki dan 45 subyek perempuan. Berdasarkan teknik constancy yang digunakan untuk mengontrol variabel kontrol, dan sejumlah kuesioner eror (pengisian tidak lengkap), maka data yang diolah berjumlah 62, yaitu 31 subyek perempuan dan 31 subyek laki-laki. Hasil analisa statistik dengan metode t-test menunjukan bahwa terdapat perbedaan tingkat stres akademik antara anak laki-laki dan perempuan usia 10 – 12 tahun. Setelah dilakukan pengujian tambahan dengan menggunakan metode t-test (one tailed), didapatkan hasil bahwa tingkat stres akademik anak laki-laki lebih tinggi daripada anak perempuan. |