Perjanjian franchise adalah suatu bentuk kerjasama dibidang bisnis antara dua pihak yaitu franchisor dan franchisee. Franchisor adalah pihak pemberi hak atau izin pemakaian hak franchise, dan franchisee adalah pihak penerima hak franchise. Perjanjian franchise adalah perjanjian tidak bernama atau perjanjian innominat. Perjanjian franchise tidak diatur dalam KUHPerdata melainkan timbul dari kebutuhan masyarakat dan praktek kebiasaan. Perjanjian franchise yang timbul dari kebutuhan masyarakat dan praktek kebiasaan tersebut diperbolehkan. Terhadap perjanjian franchise berlaku ketentuan didalam KUHPerdata berdasarkan prinsip kebebasan berkontrak sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-undang, ketertiban umum dan kesusilaan sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 1338 ayat (1) dan juga berdasarkan prinsip bahwa pasal-pasal dalam Hukum Perjanjian pada Buku III KUHPerdata merupakan hukum pelengkap atau optional law yang artinya pasal-pasal dalam hukum perjanjian boleh dikesampingkan apabila para pihak yang membuat perjanjian menghendaki dan ingin membuat ketentuan sendiri menyimpang dari ketentuan pasal-pasal hukum perjanjian. Mengenai kedudukan pihak franchisee didalam perjanjian franchise adalah tidak dapat disejajarkan dengan kedudukan penerima kuasa dalam suatu perjanjian pemberian kuasa (Pasal 1792-1819 KUHPerdata). |