E. Korupsi tergolong ke dalam tindak pidana luar biasa (extra ordinary crime). Dengan dampaknya yang tidak hanya merugikan keuangan dan perekonomian negara, tetapi juga telah melanggar hak–hak sosial dan ekonomi masyarakat secara luas. Maka diperlukan penanganan masalah korupsi dengan cara yang luar biasa pula. Berdasarkan Pasal 43 ayat (1) UUPTPK, yang menyatakan bahwa “dalam waktu paling lambat 2 (dua) tahun sejak Undang-undang ini mulai berlaku, dibentuk Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi”. Untuk itu dibentuk suatu institusi yang independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan manapun yang diberi kewenangan yang luar biasa untuk memberantas korupsi, yaitu dengan dibentuknya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). KPK dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UUKPK). KPK sebagai institusi yang berwenang menangani perkara-perkara korupsi dikatakan sebagai lembaga yang super body. Hal tersebut dikarenakan KPK sebagai sebuah institusi berwenang untuk melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan tindak pidana korupsi. Selama ini kewenangan yang dimiliki KPK dijalankan oleh dua instansi yaitu kepolisian dan kejaksaan. Keistimewaan lainnya yang dimiliki oleh KPK adalah dapat mengambil alih baik penyidikan maupun penuntutan perkara korupsi yang sedang ditangani oleh kepolisian maupun kejaksaan. Salah satu kewenangan yang dimiliki oleh KPK adalah kewenangan di bidang penuntutan. Selama ini kejaksaan dikenal sebagai satu-satunya lembaga yang berwenang melakukan penuntutan tindak pidana di Indonesia. Dengan adanya kewenangan yang dimiliki oleh KPK di bidang penuntutan maka terlihat adanya dua lembaga yang berwenang melakukan penuntutan. KPK sampai saat ini telah menangani berbagai kasus tindak pidana korupsi, salah satunya adalah kasus tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh Ir. H. Abddulah Puteh. Dalam kasus tersebut KPK menggunakan kewenangannya di bidang penuntutan secara benar dan berdasarkan hukum. |