Perlindungan Konsumen di Indonesia benar ? benar terwujud pada saat diundangkannya undang ? Undang Perlindungan Konsumen nomor 8 tahun 1999 (UUPK). Permasalahan kerap timbul didalam perwujudan UUPK tersebut, yang pada umumnya disebabkan oleh banyaknya kelemahan dalam UUPK yang masih menyudutkan konsumen dari pelaku usaha. Kelemahan tersebut salah satunya disebabkan oleh kurang mendetailnya perlindungan yang diberikan atas produk barang maupun jasa, mengingat beragamnya jenis produk barang maupun jasa tersebut. Berkembangnya bisnis perasuransian di Indonesia, menjadi suatu masalah bagi konsumen ketika perusahaan tersebut tidak lagi berjalan sesuai ketentuan. Saat ini, banyak perusahaan asuransi yang tutup, bangkrut, ?menghilang?, serta lari dari tanggung jawabnya. Ketika kepailitan menghinggapi sebuah perusahaan asuransi, maka perusahaan tersebut diambil alih oleh kurator sesuai dengan ketentuan yang ada dalam Undang ? Undang Kepailitan, dan pemiliknya tidak berhak lagi atas hartanya untuk sementara. Keadaan ini membuat bingung para konsumen, karena banyak juga terdapat konsumen yang tidak mengerti mengenai masalah kepailitan, karena memang pada perjanjian awal asuransi, perusahaan yang diwakili oleh agennya, hampir tidak pernah menjelaskan masalah kepailitan. Undang ? Undang Asuransi nomor 2 tahun 1992 mengatur hak yang dimiliki oleh konsumen asuransi pailit sebagai hak utama didalam kepailitan, dan dalam Undang ? Undang Kepailitan nomor 37 tahun 2004, konsumen asuransi pailit merupakan kreditur preferen, yang memiliki hak mendapat pembayaran penuh setelah kreditur separatis. Namun sayangnya UUPK tidak membahas mengenai perlindungan konsumen asuransi pailit. Pembayaran kepada konsumen asuransi pailit dilakukan oleh kurator yang mengurus harta pailit, setelah melalui rapat verifikasi. Proses pembayaran dirasa kurang efektif oleh konsumen asuransi pailit, karena banyak konsumen yang tidak mengerti birokrasi penagihan hak mereka, atau malah tidak mengetahui bahwa perusahaan tersebut telah dipailitkan. |