Kita sebagai konsumen banyak sekali menemukan pangan kemasan dalam kehidupan sehari-hari. Tidak sedikit kasus pada pangan kemasan yang membawa kerugian kepada konsumen karena mengkonsumsi barang dan/atau jasa tersebut. Karena pada pangan kemasan kita tidak dapat melihat kandungan yang ada didalamnya. Sehingga kewajiban dari pelaku usaha untuk memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur sesuai dengan pasal 7 UUPK. Dan merupakan hak dari konsumen untuk mendapatkan kenyamaan, keamanan, dan keselamatan sesuai dengan pasal 4 UUPK. Penulis tertarik untuk meneliti dan menelaah mengenai perbuatan melawan hukum oleh pelaku usaha pada pangan kemasan sebelum dan sesudah berlakunya Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen. Terdapat 3 pertanyaan dalam penelitian ini. Pertama, apakah Undang-undang Nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen sudah memadai dalam mengatur mengenai perlindungan konsumen di bidang pangan kemasan. Kedua, bagaimana pelaku usaha melaksanakan tata cara produksi pangan kemasan yang baik. Ketiga, apakah pasal 1365 Kitab Undang-undang Hukum Perdata masih dapat diterapkan dalam bidang perlindungan konsumen dengan adanya Undang-undang nomor 8 tahun 1999. Kesimpulan yang didapat setelah melakukan penelitian adalah, Pertama, UUPK bisa dibilang cukup memadai dalam mengatur perlindungan konsumen di bidang pangan kemasan. Kedua, pelaku usaha haruslah menaati peraturan yang ada di Indonesia saat ini dalam melakukan produksi pangan kemasan. Ketiga, meskipun sudah ada UUPK, ternyata pasal 1365 KUHPer masih dapat diterapkan dalam bidang perlindungan konsumen sesuai dengan pasal 23 UUPK. |