Salah satu cara penyelesaian masalah yang mulai mendapat perhatian adalah Penerapan Asas Subsidiaritas dalam penyelesaian kasus pelanggaran hukum di Indonesia, seperti kasus pelanggaran Undang-Undang Pengelolaan Lingkungan No. 23 tahun 1997. Telah diambil keputusan yang lebih banyak mempertimbangkan kepentingan korban yang dirugikan, yaitu berupa ganti rugi materi. Pemikiran ke arah tersebut sudah dikemukakan oleh pakar hukum Roeslan Saleh sekitar tahun 1980-an dan akhir-akhir ini ditekankan kembali oleh pakar hukum Pidana Mardjono Reksodiputro . Asas Subsidiaritas menurut kedua pakar hukum tersebut pada hakekatnya menekankan apakah kepentingan yang dilanggar masih dapat dilindungi dengan cara lain. Dalam Skripsi ini saya berusaha untuk menjabarkan penerpan asas Subsidairitas tersebut dalam penyelesaian hukum pelanggaran Hak Cipta VCD/DVD. Sampai sejauh ini belum saya temukan kasus-kasus pelanggaran Hak Cipta VCD/DVD diselesaikan melalui penerapan asas tersebut. Kasus-kasus pelanggaran Hak Cipta yang ada sangat jarang ditemui di pengadilan, apalagi setelah diberlakukannya Undang-Undang Hak Cipta No. 19 Tahun 2002, belum ada kasus yang diselesaikan dengan Undang-Undang tersebut. Alasan yang penulis dapatkan adalah lemahnya bukti-bukti pelanggaran yang didapat untuk diajukan ke sidang pengadilan; sehingga banyak usaha/operasi yang dilakukan hanya diselesaikan di pihak kepolisian, sebagai ujung tombak pemberantasan pembajakan. Pelanggaran ini termasuk delik biasa, bukan delik aduan. Jika kita bandingkan penerapan asas subsidiaritas dalam Undang-Undang Pengelolaan Lingkungan dengan Undang-Undang Hak Cipta jelas terlihat bahwa asas Subsidiaritas tercakup di dalam UU Lingkungan Hidup; sedangkan UU Hak Cipta tidak mencantumkannya. Undang-Undang Hak Cipta hanya menerapkan pidana penjara paling lama 7 tahun dan denda paling banyak 5 milyar. Kasus-kasus hanya diputus dengan hukuman yang sangat ringan/hukuman percobaan. Belum ditemukan kasus-kasus baru yang keputusannya dicoba diselesaikan melalui penerapan Asas Subsidiaritas, sehingga dapat dijadikan Yurisprudensi untuk kasus-kasus pelanggaran HAKI mendatang. Masalahnya sekarang tinggal bagaimana penerapan penegakan hukumnya di Indonesia. Saya tetap percaya bahwa pandangan ini dapat dimasukkan sebagai salah satu cara untuk menyelesaikan perkara pelanggaran HAKI dengan mempertimbangkan kepentingan pihak yang seringkali dirugikan/tidak mendapat perhatian.
Metodologi yang digunakan adalah : Penelitian Kepustakaan, Wawancara dan Observasi. Sifat penelitian Deskriptif analisis. Tujuan Penelitian untuk mempelajari pemidanaan para pembajak agar efek jera lebih terasa. Salah satu kemungkinan adalah menggunakan Asas Subsidiaritas di samping asas-asas lainnya dalam Hukum Pidana, khususnya pelanggaran Undang-Undang Hak Cipta. |