Sumber daya manusia (man) atau seringkali disingkat sebagai SDM merupakan faktor produksi yang paling penting dari suatu perusahaan, dimana SDM berperan secara langsung dalam mengolah sumber daya lain dalam perusahaan tersebut sehingga SDM memegang peranan yang sangat penting dalam pencapaian tujuan perusahaan. Prestasi kerja SDM (karyawan) yang tinggi pada akhirnya akan dapat memaksimalkan kinerja perusahaan. Prestasi kerja didefinisikan sebagai suatu hasil yang dicapai oleh karyawan dalam mengerjakan tugas atau pekerjaannya secara efisien dan efektif (Lawler, dalam As?ad, 1991). Menurut Hasibuan (1990), prestasi kerja adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman, kesungguhan, serta waktu. Untuk mencapai prestasi kerja yang tinggi, Zeitz (dalam Baron & Byrne, 1994) mengatakan bahwa prestasi kerja dipengaruhi oleh dua hal utama, yaitu faktor organisasional (perusahaan) dan faktor personal. Faktor organisasional meliputi sistem imbal jasa, kualitas pengawasan, beban kerja, nilai dan minat, serta kondisi fisik dari lingkungan kerja. Sementara faktor personal meliputi ciri sifat kepribadian (personality trait), senioritas, masa kerja, dan kepuasan hidup. Dalam suatu organisasi, Robbins (2003) mengemukakan bahwa beberapa atribut kepribadian spesifik yang paling berpengaruh dalam pembentukan perilaku kerja karyawan adalah locus of control, machiavellianism, self-esteem, self-monitoring, propensity for risk-taking, dan pola perilaku tipe A-B. Menurut Wrightsman & Deaux (1993), locus of control dapat didefinisikan sebagai suatu kecenderungan umum individu untuk meyakini bahwa kendali atas kejadian-kejadian dalam kehidupannya terletak pada faktor internal atau eksternal. Atribut kepribadian lain yang dapat mempengaruhi pembentukan perilaku kerja karyawan adalah pola perilaku tipe A-B. Pola perilaku tipe A-B adalah suatu pola perilaku dari seorang individu dalam kaitannya dengan persaingan kerja dan waktu yang ada (Robbins, 2003). Seorang individu dengan pola perilaku tipe A adalah seseorang yang secara agresif terlibat dalam usaha yang kronis dan tiada akhir dalam mencapai suatu tujuan yang lebih besar dalam waktu yang sesingkat-singkatnya, dan jika diperlukan, terhadap berbagai hal atau orang lain yang menghalangi pencapaian tujuan tersebut. Secara teoritis peneliti berasumsi bahwa variabel locus of control memiliki hubungan dengan prestasi kerja, variabel pola perilaku tipe A-B memiliki hubungan dengan prestasi kerja, dan secara bersama-sama juga memiliki hubungan dengan prestasi kerja. Penelitian ini termasuk ke dalam penelitian non-eksperimental yang bersifat korelasional, dimana pengambilan data dilakukan melalui kuesioner dengan teknik accidental sampling pada para karyawan dan karyawati penyelia yang bekerja di divisi produksi perusahaan X. Alat ukur yang digunakan adalah Skala Internal-Eksternal (I-E Scale) dari Rotter (dalam Robinson & Shaver, 1973) dan Skala Tipe A (Type A Scale) dari Framingham (dalam Johan, 1994) yang telah diadaptasi ke bahasa Indonesia. Peneliti mendistribusikan 30 buah kuesioner dengan perincian semua subjek penelitian berjenis kelamin pria, berada dalam rentang usia 25-55 tahun, sebagian besar berpendidikan akhir SMU atau STM, dan memiliki masa kerja diatas 10 tahun. Berdasarkan pengujian hipotesis penelitian dengan metode Pearson Product Moment dan Multiple Regression, diketahui bahwa semua hipotesis penelitian diterima, yang berarti terdapat hubungan yang signifikan antara variabel locus of control dengan variabel prestasi kerja, terdapat hubungan yang signifikan antara variabel pola perilaku tipe A-B dengan variabel prestasi kerja, dan terdapat hubungan yang signifikan antara variabel locus of control dan pola perilaku tipe A-B secara bersama-sama dengan variabel prestasi kerja. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, saran yang dapat diberikan kepada pihak perusahaan adalah bahwa peru |