ABSTRAK. Korupsi merupakan suatu fenomena yang cukup sering ditemukan di Indonesia. Sekalipun telah melingkupi berbagai bidang, namun fenomena itu sendiri dianggap lebih sering terjadi di instansi pemerintah. Hal ini mungkin dikarenakan korupsi yang terjadi di instansi tersebut lebih mudah teridentifikasi. Salah satu instansi yang dianggap paling korup adalah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC). Berbagai bentuk korupsi masih terjadi di instansi ini, sekalipun berbagai usaha telah dilakukan untuk mengatasinya. Bahkan, di DJBC ini pun muncul istilah seperti ?uang jasa,? ?uang kopi,? ?uang rokok,? ?uang terima kasih,? dan berbagai istilah lain yang bermaksud menyamarkan kata korupsi itu. Istilah-istilah itu digunakan dengan maksud memperhalus kata korupsi, sekalipun pada dasarnya memiliki makna yang sama. Istilah-istilah tersebut dianggap berbeda dari korupsi, bahkan tidak dianggap sebagai bentuk korupsi. Oleh karenanya, tindakan menerima uang terima kasih itu pun kemudian tetap dilakukan. Jika menilik kembali kepada faktor internal, maka nilai yang dimiliki individu dapat dianggap sebagai salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya hal tersebut. Sekalipun nilai memang menjadi landasan bagi tindakan individu, namun bukan berarti tindakan tersebut hanya didasari oleh satu nilai tunggal, karena individu memiliki beberapa nilai sekaligus. Penerimaan uang terima kasih tetap dilakukan karena tindakan tersebut dianggap merepresentasikan nilai yang dimiliki oleh pegawai DJBC. Karena tiap individu, termasuk pegawai DJBC ini memiliki beberapa nilai sekaligus, maka interaksi antar nilai-nilai itu pun mungkin terjadi. Hubungan antar nilai dapat saling selaras, tetapi juga dapat saling bertentangan satu sama lain. Pertentangan antar nilai inilah yang Abstrak - i kemudian mengakibatkan terjadinya konflik dalam dirinya. Di satu sisi, ada kondisi yang memaksanya untuk melakukan korupsi, namun di sisi lain juga ada hal yang menghambatnya untuk melakukan korupsi. Konflik yang dialami itu tentunya harus diatasi. Salah satu cara yang digunakan oleh pegawai DJBC tersebut adalah dengan mengemukakan istilah uang terima kasih. Melalui istilah ini, ia mengungkapkan bahwa uang yang diterimanya, atau uang terima kasih, tidak sama dengan korupsi. Dengan demikian, ia pun tetap dapat melakukan suatu tindak korupsi, yaitu dengan menerima uang terima kasih. Cara yang digunakan oleh pegawai ini dapat disebut sebagai rasionalisasi. Dengan rasionalisasi, ia mengungkapkan berbagai alasan yang dianggap masuk akal, sehingga pada akhirnya ia tetap dapat melakukan tindakan yang sebenarnya dilarang. |