Anda belum login :: 17 Feb 2025 07:31 WIB
Detail
BukuKejahatan Penghinaan Terhadap Presiden/Wakil Presiden dalam Proses Pemidanaan
Bibliografi
Author: Hadiwiyoso, Septyo ; Simanjuntak, Nikolas (Advisor)
Topik: Kejahatan Penghinaan; Terhadap Presiden/Wakil Presiden; Proses Pemidanaan; Hukum Pidana
Bahasa: (ID )    
Penerbit: Fakultas Hukum Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya     Tempat Terbit: Jakarta    Tahun Terbit: 2005    
Jenis: Theses - Undergraduate Thesis
Fulltext: Septyo Hadiwiyoso's Undergraduated Theses.pdf (1.1MB; 18 download)
Ketersediaan
  • Perpustakaan Pusat (Semanggi)
    • Nomor Panggil: FH-1786
    • Non-tandon: tidak ada
    • Tandon: 1
 Lihat Detail Induk
Abstract
Penghinaan terhadap Presiden/Wakil Presiden dapat kita lihat dari dua sisi,
yaitu di masa Orde Baru dan sesudahnya yaitu masa Reformasi. Dilihat dari
sisi yang pertama, penghinaan Presiden/Wakil Presiden pada masa itu adalah
salah dan pelakunya harus dihukum, sedangkan disisi lain pada masa
Reformasi para pelaku kejahatan ini belum ada yang dihukum, walaupun
kasusnya sudah diproses menurut hukum acara yang berlaku. UUD 1945
Amandemen telah mengatur kebebasan mengeluarkan pendapat sebagai Hak
Asasi Manusia (HAM) dan Pasal 28E ayat (3) UUD 1945 Amandemen
digunakan sebagai alasan pembenar bagi para tersangka pelaku kejahatan ini,
walaupun kebebasan yang tercantum dalam Pasal 28E ayat (3) sebenarnya
dibatasi oleh Undang-undang, sehingga bukan berarti sebagai kebebasan yang
tanpa batas. Di dalam skripsi ini penulis menemukan bahwa pengertian
penghinaan itu sendiri merupakan kata-kata yang tidak lazim dan tidak sesuai
dengan aspek budaya. Terhadap siapapun orangnya dan kapanpun kejahatan
itu dilakukan, terutama jika ditujukan kepada pemegang jabatan yang
merupakan Pemimpin Negara Republik Indonesia (Presiden/Wakil Presiden)
yang merupakan hasil pilihan oleh sebagian besar rakyat Indonesia, maka
penghinaan terhadap pejabat yang demikian menurut kelaziman dan budaya
bangsa Indonesia adalah termasuk kejahatan penghinaan. Tetapi pada era
Reformasi, para tersangka pelaku kejahatan ini mendasarkan argumentasinya
bahwa mereka melakukan hal tersebut bukan untuk menghina, tetapi sebagai
bagian kebebasan untuk menyampaikan kepentingan orang banyak kepada
Presiden/Wakil Presiden. Secara teoritis setiap tersangka pelaku kejahatan ini
harus tetap dapat dihukum bila sudah terpenuhi unsur subyektif dan unsur
obyektif, sehingga perkembangan politik dan sosial seperti di era Reformasi
bukan alasan untuk meniadakan hukuman, sehingga seyogianya para
tersangka yang telah memenuhi kedua unsur tersebut, walaupun di era
Reformasi tetap dapat dihukum sebagai pelaku penghinaan terhadap
Presiden/Wakil Presiden. Bagaimanapun juga Presiden dan Wakil Presiden
harus tetap dikontrol dan diawasi. Menurut hukum hak untuk mengontrol dan
mengawasi ini, bukan hanya ada di DPR/MPR-RI, tetapi juga ada pada
seluruh rakyat Indonesia. Namun segala bentuk kontrol dan pengawasan atas
nama kepentingan rakyat banyak harus tetap dilakukan dengan cara-cara
konstitusional dan cara-cara yang sopan menurut ukuran budaya Indonesia.
Opini AndaKlik untuk menuliskan opini Anda tentang koleksi ini!

Lihat Sejarah Pengadaan  Konversi Metadata   Kembali
design
 
Process time: 0.1875 second(s)