Buruh atau pekerja merupakan sumber daya manusia yang sangat penting bagi jalannya suatu produksi atau industri disamping sumber daya alam dan sumber daya modal yang bermuara pada suksesnya pembangunan nasional di negara berkembang seperti Indonesia. Bila dalam kepailitan yang dialami suatu perusahaan, sumber daya manusia itu tadi hak-haknya tak terpenuhi maka dikemudian hari akan menciptakan trauma mental dan psikis bagi buruh tersebut untuk bekerja di tempat lain karena takut akan mengalami nasib serupa. Selain itu akan timbul efek samping pada masyarakat luas jika hak-hak buruh itu disepelekan, yaitu tidak tercapainya keadilan dan kepastian hukum di Indonesia. Dalam undang-undang kepailitan diatur bahwa pada dasarnya setiap debitor, baik perorangan maupun badan hukum, dapat dinyatakan pailit apabila berada dalam keadaan berhenti membayar dan terdapat 2 (dua) atau lebih kreditor yang salah seorang dari mereka piutangnya sudah dapat ditagih. Jika perusahaan pailit, secara otomatis timbul PHK. Dengan adanya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, telah diatur dalam Pasal 165 bahwa pengusaha dapat melakukan PHK terhadap pekerja/buruh karena perusahaan pailit dengan ketentuan sebagaimana yang diatur dalam undang-undang tersebut. Sekarang bila disandingkan dengan undang-undang Kepailitan, disitu ada urutan-urutan yang mana yang harus didahulukan, mana yang harus dibayar lebih dahulu. Setelah perusahaan pailit terhadap badan hukum berkekuatan hukum tetap, maka para kreditor yang memperoleh nilai aset perusahaan adalah kreditor separatis (kreditur pemegang hak jaminan). Pada urutan berikutnya adalah ongkos-ongkos kepailitan , piutang yang diistimewakan. Urutan kreditor yang paling buncit adalah kreditor konkuren. Kepada kreditor konkuren ini dibagi harta pailt secara rata, yakni sesuai dengan perimbangan piutang-piutang mereka masing-masing Apabila ada kelebihan aset dari piutang diserahkan kembali kepada debitor pailit. Sementara posisi buruh tidak diatur secara jelas diperundang-undangan terkailt tersebut. |