Keadaan ekonomi Indonesia saat ini semakin mempersempit peiuang kerja, sementara itu di satu sisi jumlah pengangguran semakin bertambah. Salah satu upaya mengatasi pengangguran adaiah menumbuhkan semangat berwirausaha pada kaum muda. Mahasiswa sebagai calon tenaga kerja terdidik diharapkan menjadi pelopor dalam menciptakan peiuang kerja. Dengan bekal pendidikan yang cukup tinggi diharapkan setelah lulus nanti, para lulusan perguruan tinggi inimampu mendirikan usaha sehingga disamping menciptakan kerja bagi dirinya sendiri, mereka juga mampu menyerap tenaga kerja. Masalahnya adalah apakah mahasiswa sebagai kelompok intelektual bangsa cukup memiliki keinginan untuk menjadi wirausaha? Keinginan atau intensi merupakan hasil interaksi antara sikap, norma subyektif, dan percieved behavior control terhadap suatu obyek (Fishbein & Azjen, 1975). Persepsi, sikap, dan keyakinan-keyakinan individu ini dipengaruhi oleh lingkungan di mana ia tinggal (Deaux, Dane, & Wrightsman, 1993). Mc Clelland (1989) seorang ahli yang mendalami entrepreneurship mengakui bahwa faktor keturunan berperan besar bagi ada tidaknya keinginan untuk menjadi wirausaha. Dia membuktikan bahwa 50% wirausaha di Amerika berasal dari orangtua yang juga seorang wirausaha. Lingkungan tempat individu tinggal memiliki nilai dan sikap tertentu terhadap sesuatu. Budaya sebagai perwujudan nilai kelihatannya juga berperan dalam pembentukan intensi. Hal ini mengarahkan peneliti pada dugaan adanya perbedaan intensi menjadi wirausaha pada mahasiswa dari beberapa suku yang berbeda. Makalah ini akan menyajikan hasil uji perbedaan intensi menjadi wirausaha pada mahasiswa yang berasal dari empat suku yakni Batak, Cina, Bali dan Jawa. Hasilnya akan membehkan gambaran yang komprehensif mengenai peran budaya dalam pembentukan intensi menjadi wirausaha pada mahasiswa. |