Tubuh adalah bagian utama dalam penampilan fisik setiap manusia dan merupakan cermin diri dari semua manusia yang mendambakan penampilan fisik yang menarik. Dalam kehidupan sosial, bentuk tubuh menjadi representasi diri yang pertama dan paling mudah terlihat. Hal ini menyebabkan orang kemudian menjadi terdorong untuk memiliki tubuh yang ideal (Breakey, 1997). Namun, jika membandingkan hasrat untuk berpenampilan menarik, terlihat lebih besar pada wanita daripada pria (Davies & Furnham, 1986; Whitaker dalam Thompson, 1990; Tobin-Richards dalam Thompson, 1990; Psychology Today dalam Thompson, Heinberg, Altabe, & Tantleff-Dunn, 1999). Kecenderungan lain adalah wanita lebih terpengaruh oleh bayangan atau body image ideal yang diajarkan oleh kebudayaan atau lingkungan mereka (Rice, 1990). Dengan kata lain, wanita seringkali ditempatkan pada posisi yang ditekankan untuk menjadi seseorang dengan penampilan yang menarik. Lebih besarnya hasrat wanita untuk berpenampilan menarik saling terkait dan juga merupakan penunjang bagi terbentuknya pandangan wanita tentang dirinya (body image) yang positif (Cash & Hicks dalam Plinner, Chaiken & Flett, 1990). Pandangan wanita akan body image yang positif tersebut dapat mempengaruhi pikiran, perasaan dan tingkah laku (Arkoff, 1993), sehingga wanita memandang perlu untuk memberi perhatian terhadap body image-nya ini. Body image tersebut merupakan evaluasi terhadap ukuran tubuh, berat badan ataupun aspek-aspek lain dari tubuh yang berhubungan dengan penampilan fisik mereka (Altabe & Thompson, 1993), yang dipengaruhi oleh standar penilaian mengenai penampilan menarik yang berlaku di masyarakat dimana seseorang itu berada, lebih pada apa yang dirasakan oleh seseorang mengenai apa yang orang lain pikirkan mengenai dirinya (Fallon dalam Cash & Pruzinsky, 1990). Evaluasi seseorang tentang body image-nya akan menghasilkan kepuasan citra tubuh (body image satisfaction) sebagai penggambaran suatu derajat atau tingkat perasaan positif yang dimiliki seseorang tentang aspek-aspek dari tubuhnya (Mintz & Betz dalam Davis & Twamley, 1991; Schlundt & Johnson, 1990). Dengan kata lain, individu yang memiliki body image satisfaction yang tinggi, maka individu tersebut bisa dikatakan memiliki body image yang positif. Ada dua pendapat yang mendukung bahwa memiliki body image yang baik itu sangat penting. Yang pertama, body image itu penting karena berkaitan erat dengan self esteem atau rasa penghargaan kita terhadap diri sendiri (Baumrind, 1967; Harter dalam Sternberg & Kolligan, Jr, 1991). Yang kedua, menurut Goffman (1959), body image yang merupakan bagian dari gambaran diri yang kita buat, dapat meningkatkan self esteem. Ini berhubungan dengan impression management, yaitu suatu proses dimana orang mengontrol apa yang mereka rasakan tentang dirinya dan dinilai oleh orang lain. Dengan mengontrol apa yang dirasakan tentang penampilan fisik yang dimiliki, maka dengan sendirinya self esteem-nya akan meningkat diikuti oleh rasa percaya diri yang baik serta jati diri yang lebih tegas (Adams dalam Rodin, 1993). Bagaimana wanita mengekspresikan identitasnya sebagai individu, perasaannya, sifat kewanitaannya serta cara pandangnya sendiri tentang apa yang mereka lihat indah, cantik dan menarik untuk tubuhnya atau penampilannya (¿Female identity¿, 2002, hlm. 3) ialah melalui kontrol dan modifikasi terhadap penampilan tubuh mereka, dalam hal ini dengan tato permanen. Definisi tato itu sendiri merupakan gambar figur atau tanda yang permanen pada tubuh, dengan memasukkan zat pewarna (pigment) ke dalam kulit atau dengan menghasilkan goresan-goresan (Kamus New World Webster, 1993, hal. 1207). Pemakaian tato permanen pada wanita Indonesia, khususnya di Jakarta, sudah mulai sedikit menjadi trend tetapi belum banyak penelitian mengenai fenomena ini. Apakah wanita Indonesia yang bertato permanen memakainya sekedar mengikuti mode, ataukah ada hubungan dengan self esteem dan body image, menarik minat peneliti unutk menelitinya |