Penelitian ini bertujuan untuk melihat gambaran konflik dan resolusi konflik intrapersonal pada istri yang memiliki penghasilan lebih besar dan jabatan lebih tinggi dari suami. Dalam dua dasawarsa terakhir ini terjadi perubahan aspirasi, harapan dan sikap di kalangan wanita. Sebagian besar wanita menempatkan aspirasi yang tinggi terhadap karir, dan belum puas sebelum ia memperoleh kesempatan untuk mewujudkannya (Femina, 15/ XIX, 1991). Aspirasi yang tinggi terhadap karir tidak hanya ada pada wanita yang belum menikah, namun juga pada wanita yang sudah menikah. Ketika seorang istri memutuskan bekerja untuk mencapai karir tertentu, ia akan lebih sering menghabiskan waktunya di luar rumah untuk urusan pekerjaan, memiliki komitmen yang tinggi terhadap pekerjaan, usaha yang lebih keras untuk kemajuan dalam pekerjaan. Jika usaha yang dilakukannya itu sukses maka ia akan memiliki kepuasan lebih besar karena kesuksesan tersebut berkaitan dengan pemenuhan diri dan identitas diri yang selama ini ia cari dari bekerja. Selain itu, ketika istri berkarir ia memiliki kesempatan untuk memperoleh penghasilan dan jabatan yang memiliki otoritas tinggi. Bukan hal yang mustahil apabila istri pun bisa memiliki penghasilan dan jabatan lebih tinggi dari suami (Bird & Melville, 1994). Memiliki penghasilan dan jabatan lebih tinggi mendatangkan banyak manfaat bagi istri. Manfaat itu diantaranya: mengembangkan pengetahuan dan wawasan, memungkinkan aktualisasi kemampuan, memberikan kebanggan diri dan kemandirian, perasaan ¿berarti¿ sebagai pribadi karena dapat memberikan manfaat bagi masyarakat (Poerwandari dalam Ihromi, 1995). Selain itu uang yang dihasilkan istri yang memiliki penghasilan tinggi tersebut bisa menjadi kepuasan tersendiri bagi dirinya (Bird & Melville, 1998). Namun tidak selamanya memiliki penghasilan dan jabatan lebih tinggi itu bisa menyenangkan bagi istri. Di sisi yang lain, keadaan tersebut mendatangkan masalah. Dengan bekerja dan menjadi lebih sukses dari suami, istri tersebut dapat dianggap telah menyimpang dari yang seharusnya menurut masyarakat. Sebagai seorang wanita yang sudah menikah, ia diharapkan menjalankan peran dalam mengurus pekerjaan rumah tangga, mengasuh serta mendidik anak-anak, penanggung jawab atas keberhasilan anak dan memberikan afeksi dan perhatian kepada suami dan anak-anaknya (Unger & Crawford, 2000; Duvall & Miller, 1985; Hoffman & Nye, 1984; Frieze, 1978). Harapan-harapan tersebut tidak hanya dipandang sebagai tuntutan dan harapan dari orang lain saja, namun juga sebagai harapan dan keinginan pribadi sendiri untuk ia jalankan. Hal ini menimbulkan konflik dalam diri istri karena sama-sama ingin memenuhi keinginannya untuk berkarir dan keluarga. Konflik di dalam diri diistilahkan dengan konflik intrapersonal yaitu konflik antara sesorang dengan dirinya sendiri dan terjadi apabila bila pada waktu yang bersamaan seseorang memiliki sekaligus kebutuhan, keinginan, motif dan nilai yang incompatible (tidak sejalan) satu sama lain dan tidak mungkin kedua-duanya dipenuhi (Myers & Myers, 1982). Konflik intrapersonal ini dapat terjadi pada beberapa area masalah, yaitu : marital power , pengembangan karir, pengasuhan anak dan pembagian tugas rumah tangga. Dari area-area masalah tadi, peneliti ingin melihat jenis konflik apa yang muncul di sana dan bagaimana subyek mengatasi konflik tersebut. Pengambilan data subyek penelitian dilakukan dengan cara wawancara mendalam yang dilakukan kepada tiga orang subyek yang memiliki penghasilan lebih besar dan jabatan lebih tinggi dari suami. Kriteria subyek dalam penelitian ini adalah wanita dewasa madya berusia 40-50 tahun ke atas, sudah menikah dan masih menikah, memiliki penghasilan minimal 2 kali lipat dari suami. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya konflik intrapersonal pada area-area konflik intrapersonal, dan jenis konflik yang sering muncul adalah approach-avoidance conflict dan multiple approach-avoidance. Resolusi konflik yang mereka pakai dalam menyelesaikan |