Salah satu deviasi orientasi seksual (yaitu homoseksual) akhir-akhir ini semakin marak dibicarakan, khususnya di kalangan masyarakat. Malahan, homoseksual yang awalnya dianggap sebagai penyakit kini dijadikan sebagai gaya hidup bagi beberapa kalangan. Akan tetapi, secara mayoritas masyarakat Indonesia masih homofobia (anti terhadap homoseksual). Berbagai ejekan dan penolakan kerapkali dialami oleh homoseksual. Hal tersebut menyebabkan sebagian dari homoseksual merasa tidak nyaman dengan keadaan dirinya, bahkan mereka merasa takut untuk mengungkapkan diri (coming out) di tengah-tengah masyarakat. Sebagai akibatnya, sebagian dari homoseksual ada yang terus bertahan dengan menyembunyikan statusnya di masyarakat, ada pula yang berani menantang dan menerima konseksuensi dengan tampil di hadapan umum, sedangkan para homoseksual yang merasa takut dan tidak nyaman dengan orientasi seksualnya mulai memikirkan untuk beralih menjadi heteroseksual.
Adapun homoseksual yang disebabkan oleh faktor sosial-yakni yang dipelajari dari lingkungan-diyakini oleh para ahli tidak berlaku permanen. Dengan kata lain, homoseksualitas dalam diri mereka dapat hilang. Oleh karena itu, penelitian ini mendasarkan pada homoseksualitas yang disebabkan oleh faktor sosial.
Selanjutnya, homoseksual akan menghadapi suatu proses / tahapan pengambilan keputusan untuk menyelesaikan permasalahannya (konflik) terkait dengan perasaan tidak nyaman atas masyarakat yang homofobia, yakni apakah akhirnya mereka akan memutuskan untuk mengubah orientasi homoseksual menjadi heteroseksual atau tidak. Selain itu, akan dibahas pula mengenai strategi pengambilan keputusan dan faktor-faktor yang mempengaruhi homoseksual dalam mengambil keputusan (Halpern, 1996).
Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh pemahaman dan gambaran yang mendalam tentang dinamika pengambilan keputusan pada homoseksual yang beralih menjadi heteroseksual. Untuk menjawab tujuan penelitian digunakan pendekatan kualitatif dengan metode wawancara mendalam (in-depth interview) yang bersifat semi terstruktur dan memakai pedoman wawancara umum, serta observasi sebagai metode penunjangnya. Kemudian data yang diperoleh dianalisa secara intra kasus (within-case) maupun antar kasus (cross-case). Subyek penelitian ini adalah dua orang gay dan satu orang lesbian yang telah beralih menjadi heteroseksual.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa semua subyek akhirnya memutuskan untuk beralih menjadi heteroseksual dengan melewati tahapan yang berbeda satu dengan yang lainnya, walaupun di pertengahan proses pengambilan keputusan mereka merasa bimbang. Dua dari tiga subyek menggunakan strategi kombinasi dalam pengambilan keputusan dan seorang informan menggunakan strategi ambil aman. Penggunaan berbagai strategi tersebut atas dasar seberapa penting individu memandang masalah, seberapa besar keputusan mendatangkan kepuasan, seberapa banyak waktu yang tersedia, keadaan intern yang mendukung individu, serta lingkungan sosial individu. Selanjutnya, lingkungan dianggap sebagai faktor utama yang melatarbelakangi semua subyek dalam mengambil keputusan untuk mengubah orientasi seksualnya. Faktor lingkungan tersebut terdiri atas orangtua, sahabat, istri, rekan kerja, anggota keluarga, informasi dari paranormal, informasi dari psikiater, dan pacar. Adapula faktor keadaan intern dan nilai-nilai individual, serta faktor kognitif dan sosial budaya yang turut mempengaruhi pengambilan keputusan.
Beberapa hal untuk penelitian selanjutnya adalah perlunya mempertimbangkan masa pembentukan homoseksualitas pada subyek yang akan diteliti untuk keakuratan data penelitian, dapat meneliti dinamika pengambilan keputusan pada homoseksual yang beralih menjadi heteroseksual dengan status sosial ekonomi menengah ke bawah sehingga dapat dilakukan perbandingan bila terjadi perbedaan, perlunya mempertimbangkan faktor biologis dalam pembentukan homoseksualitas pada diri subyek (selain mempertimbangkan faktor sosial), serta perlunya mempertimb |