Peristiwa PT Prudential Life Assurance (PLA) yang sempat diputus pailit oleh Pengadilan Niaga, kemudian dibatalkan kembali oleh Mahkamah Agung, telah memperlihatkan bahwa UU No. 4 Tahun 1998 masih mengandung kelemahan, salah satunya adalah mengenai kepailitan bagi perusahaan asuransi. Tidak seharusnya suatu perusahaan asuransi dapat dinyatakan pailit begitu mudah seperti yang terjadi pada kasus PLA dan sebelumnya pada Asuransi Jiwa Manulife Indonesia (AJMI). Kurator sebagai pihak yang berperanan dalam kepailitan, harus sangat berhati-hati dalam menangani kepailitan perusahaan asuransi. Tindakan-tindakan kurator jangan sampai merugikan harta pailit. Apabila suatu perusahaan asuransi seperti PLA pailit, maka banyak pemegang polis akan dirugikan. Apakah semua pemegang polis adalah kreditur bagi perusahaan asuransi yang pailit? Kedudukan pemegang polis dalam kepailitan tidak diatur secara jelas dalam UU No. 4 Tahun 1998, hanya saja menurut UU No. 2 Tahun 1992, kedudukan pemegang polis berada di atas pihak-pihak lainnya dalam likuidasi/ kepailitan perusahaan asuransi. Tetapi dalam prakteknya pemegang polis tidak mendapat posisi yang tertinggi, hal ini dapat dilihat dari kasus Namura Life, dimana pemegang polis ditempatkan sebagai kreditur konkuren. Dengan diundangkannya UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pemabayaran Utang, perusahaan asuransi menjadi sulit untuk dipailitkan, sehinnga timbul anggapan bahwa perusahaan asuransi sudah tidak dapat dipailitkan lagi. |