Kepailitan yang diatur dalam Undang-undang No. 4 Tahun 1998, berhubungan erat dengan ketidakmampuan untuk membayar dari seorang (debitur) atas utang-utangnya yang telah jatuh tempo. Ketidakmampuan tersebut harus disertai dengan suatu tindakan nyata untuk mengajukan, baik yang dilakukan secara sukarela oleh debitur sendiri, maupun atas permintaan pihak ketiga (di luar debitur), suatu permohonan pernyataan pailit ke Pengadilan Niaga. Utang-piutang ini sendiri terkait erat dengan perjanjian pemberian kredit, di mana dalam memberikan pinjaman kreditur mensyaratkan kepada debitur adanya jaminan untuk pelunasan utangnya. Jaminan itu dapat berupa jaminan hak kebendaan, selain itu juga jaminan perorangan/pribadi (personal guarantee) atau jaminan perusahaan (corporate guarantee). Jaminan ini diwujudkan dalam suatu perjanjian penjaminan, sehingga dengan demikian perjanjian penjaminan ini merupakan perjanjian tambahan dari perjanjian pokoknya, yaitu perjanjian kredit. Penjamin sebagai pihak yang memberikan jaminan merupakan pihak yang dapat langsung diminta pertanggungjawabannya apabila debitur tidak mampu lagi memenuhi kewajibannya. Penjamin mempunyai hak istimewa dalam hubungan dengan kewajibannya terhadap kreditur. Penjamin diberikan kebebasan untuk mempertahankan atau melepaskan hak istimewanya tersebut, tetapi biasanya kreditur akan meminta supaya penjamin melepaskan hak-hak istimewanya tersebut. Dalam perkara-perkara kepailitan selama ini, lepasnya hak istimewa dari penjamin tersebut kerap menjadi sebab dimohonkannya penjamin untuk pailit. |