Krisis ekonomi dan moneter yang terjadi sejak tahun 1997 membawa dampak negatif yang luas terhadap sektor perbankan, usaha investasi, kesempatan kerja, dan makro ekonomi. Dan untuk menunjang setiap sektor pembangunan yang terkena dampak krisis ini maka pemerintah harus mengadakan restrukturisasi hutang yang diharapkan dapat mempercepat pemulihan ekonomi, dan sumber pemasukan yang cukup besar berasal dari pajak-pajak, bea dan cukai, hal ini merupakan kewajiban setiap warga negara untuk ikut serta terlibat dalam rencana pembangunan di Indonesia dalam semua sektor pembangunan. Dampak krisis moneter ini sangat berpengaruh besar pada pengembangan pengusaha-pengusaha Indonesia karena kesulitan ekonomi dalam memenuhi kewajibannya dalam membayar pajak pada pemerintah, khususnya bagi wajib pajak dalam negeri yang melakukan hubungan kerja sama dengan wajib pajak luar negeri dikenakan biaya pajak sebesar 20%, maka untuk meringankan beban ekonominya, dicarilah jalan keluar bagi kedua belah pihak yaitu dengan mengadakan perjanjian penghindaran pajak berganda dengan metode biasa. Hal ini dilakukan agar potongan pajak yang dikenakan hanya sebesar 10% dari yang seharusnya, sehingga keuntungan netto yang didapat oleh masing-masing pihak sesuai dengan kebutuhan perusahaan, dalam skripsi ini penulis mencoba untuk memberitahukan perjanjian kerjasama internasional antara PT. X dengan empat (4) perusahaan jepang yang berdomisili di Panama dengan menggunakan proses penerapan penghindaran pajak berganda dengan metode biasa dalam perjanjiannya, dengan tetap mengacu pada Undang-Undang No. 17 Tahun 2000 pasal 26 dan Peraturan Pemerintah No. 138 Tahun 2000 Pasal 4 (d), masalah muncul setelah adanya ketetapan dari tim fiskus bahwa PT. X tidak menggunakan perjanjian penghindaran pajak berganda dan tidak menggunakan metode biasa tetapi menggunakan metode gross up dan harus dikenakan pemotongan pajak sebesar 20%, maka dalam skripsi ini akan diangkat proses pengajuan keberatan dan banding oleh PT. X atas ketetapan itu sampai keputusan final dari Badan Penyelesaian Sengketa Pajak. |