Silang pendapat mengenai pengaruh bahasa ibu terhadap kesalahan belajar siswa daiam pemelajaran bahasa asing (transfer negatif) telah berlangsung lama. Hipotesis Contrastive Analysis (CA), di satu pihak, menyatakan bahwa kesalahan tersebut terutama disebabkan oleh suatu hal khusus yang tercipta dan kebiasaan-kebiasaan dalam bahasa ibu (Dulay, 1982:98). Hipotesis Error Analysis (EA), di pihak lain, mengecilkan pengaruh bahasa ibu terhadap kesalahan siswa. Hipotesis EA berpendapat bahwa hanya sebagian kecil dari kesalahan siswa tersebut disebabkan oleh adanya pengaruh bahasa ibu, yakni hanya pada tataran fonologi, bukan pada tataran gramatika (Dulay, 1982; juga Richards, 1971). Pendapat ini didasarkan pada temuan-temuan yang mengungkapkan bahwa kesalahan-kesalahan siswa yang diasumsikan sebagai pengaruh bahasa ibu juga dibuat oleh penutur asli bahasa asing yang dipelajari siswa tersebut, ketika penutur asli yang bersangkutan sedang dalam proses pemerolehan bahasa ibunya. Transfer Analysis yang diterapkan dalam studi kasus ini merupakan jalan tengah yang menjembatani silang pendapat tersebut. Dengan memperbandingkan kesalahan siswa dengan padanannya dalam bahasa ibu siswa, diperoleh bukti seberapa jauh pengaruh bahasa ibu atas kesalahan siswa tersebut. Pemilihan topik 'preposisi' pada studi kasus ini didasarkan atas pendapat sejumlah ahli yang menyatakan bahwa preposisi bahasa Inggris merupakan bagian gramatika yang sulit bagi siswa yang bukan penutur asli bahasa Inggris untuk dipelajari. (Morrissey, 1983; Celce-Murcia dan Freeman, 1983; juga Fitikides, 1990). Tujuan pokok dari studi kasus ini adalah untuk mengetahui sejauh mana bahasa Indonesia sebagai bahasa ibu berpengaruh terhadap terjadinya kesalahan siswa dalam penggunaan preposisi bahasa Inggris. Untuk mencapai tujuan tersebut, diperlukan sebuah instrumen pengumpul data yang terpercaya baik kesahihan maupun keandalannya. Instrumen yang dimaksud merupakan sebuah tes tertulis objektif yang berbentuk gap frilling dan completion, yang dikumpulkan dan disusun penulis dari berbagai sumber. Setelah melalui serangkaian uji validasi dan revisi, tes diterapkan pada responden studi kasus ini, yakni lima puluh orang mahasiswa semester IV pada Jurusan Bahasa Inggris, Fakultas Sastra, Universitas Bina Nusantara, Jakarta. Data dikumpulkan dari tanggal 12 sampai dengan 19 Juni 1999. Analisis data yang diperoleh dalam penelitian ini menunjukkan kesimpulan sebagai berikut. Pertama, bahasa Indonesia sebagai bahasa ibu ternyata memiliki pengaruh yang signifikan atas terjadinya kesalahan penggunaan preposisi bahasa Inggris baik pada tataran leksikal maupun gramatikal. Kenyataan ini berbeda dengan yang diutarakan oleh Dulay (1982) bahwa pengaruh negatif bahasa ibu atas kesalahan belajar bahasa asing tidaklah terlalu berarti, yakni hanya sebatas tataran fonologis. Kedua, pada tataran leksikal, pengaruh bahasa Indonesia atas kesalahan penggunaan preposisi bahasa Inggris lebih banyak disebabkan oleh kenyataan bahwa jumlah preposisi dalam bahasa Inggris lebih besar dari pada bahasa Indonesia. Hal ini mengakibatkan terjadinya banyak kasus bahwa sebuah preposisi bahasa Indonesia dapat memiliki dua atau lebih padanan dalam preposisi Bahasa Inggris. Sebagai contoh, preposisi pada, dapat berpadanan dengan on, against atau to, sedangkan preposisi lewat memiliki ekuivalen through, by, atau via, Hal ini sejalan dengan pendapat Celce-Murcia dan Freeman (1983) yang menyatakan bahwa jumlah preposisi yang dimiliki bahasa Inggris cenderung lebih besar dibanding dengan yang terdapat pada bahasa-bahasa selain Inggris. Ketiga, pada tataran gramatikal, khususnya pada kasus-kasus additions (penambahan preposisi yang tidak perlu), transfer negatif terjadi justru karena verba bahasa Inggris pendahulu addition-lah yang mempunyai lebih dari satu 'padanan' dalam bahasa Indonesia. Enter, sebagai contoh, dapat diterjemahkan menjadi masuk atau memasuki; sementara approach memiliki padanan mendekat atau mendekati. Keempat, secara umum, tanpa memperhatikan adanya pengaruh bahasa ibu, kesalahan penggunaan preposisi bahasa Inggris lebih banyak terjadi pada tataran leksikal. Kelima, studi kasus ini tidak memberikan dukungan yang signifikan terhadap pendapat Moressey (1983) dan Covit (dalam Celce-Murcia dan Freeman ,1983) yang menyiratkan bahwa preposisi bahasa Inggris merupakan ix topik yang sulit dipelajari oleh pemelajar asing, dengan menyatakan bahwa kesalahan dalam penggunaan preposisi Bahasa Inggris menempati urutan pertama dan kedua - dalam hal frekuensi terjadinya kesalahan - di atas topik-topik yang lain. Jumlah keseluruhan jawaban yang benar atas tes pengumpul data penelitian ini yang mencapai 60% (Table 3.5) - masih lebih besar dari pada jumlah jawaban yang salah - mengindikasikan ketidak sesuaian tersebut. Keenam, dari jawaban-jawaban yang salah atas penggunaan preposisi ruang dalam bahasa Inggris (40% dari total jawaban: Table 3.5), ada dua belas preposisi yang dianggap sulit menurut studi kasus ini. Kedua belas preposisi tersebut adalah (disusun dari yang paling sulit): off, by, at/on, throuhout, up ... down, across, onto/on, along, over, behind, 0 (zero preposition) dan close to. Akhirnya, studi kasus ini mengajukan tiga saran bagi pemerhati dan praktisi pengajaran dan pemelajaran Bahasa Inggris khususnya di Indonesia. Pertama, mengingat bahasa Indonesia memiliki pengaruh yang signifikan atas terjadinya kesalahan siswa dalam mempergunakan preposisi bahasa Inggris, pendekatan pengajaran dan pembelajaran dengan menerjemahkan atau memperbandingkan preposisi bahasa Inggris, khususnya yang dianggap sulit, dengan padanannya dalam bahasa Indonesia sangat dianjurkan. Saran kedua, karena kesalahan penggunaan preposisi lebih banyak terjadi pada tataran leksikal, hendaknya pengajaran dan pembelajaran preposisi bahasa Inggris tidak dimasukkan ke dalam topik grammar (tata bahasa), melainkan vocabulary (kosa kata). Ketiga, guru, penyusun test, maupun penyusun siiabus bahasa Inggris, hendaknya senantiasa memperhatikan urutan keduabetas preposisi bahasa Inggris yang sulit (Table 4.3) dalam melaksanakan tugasnya masing-masing, dalam kaitannya dengan prinsip pengajaran "dari yang termudah ke yang tersulit." |