Anda belum login :: 23 Nov 2024 06:46 WIB
Detail
BukuFidelity in The Translation of Pauline Metaphors
Bibliografi
Author: Prajoko, Dwi Aji ; Moeliono, Anton M. (Advisor)
Topik: METAPHOR; TRANSLATING & INTERPRETING; TRANSLATION
Bahasa: (EN )    
Penerbit: Applied English Linguistics Program Graduate School Atma Jaya Catholic University of Indonesia     Tempat Terbit: Jakarta    Tahun Terbit: 2000    
Jenis: Theses - Master Thesis
Fulltext: Dwi Aji Prajoko's Master Theses.pdf (3.85MB; 53 download)
Ketersediaan
  • Perpustakaan PKBB
    • Nomor Panggil: T 28, T28
    • Non-tandon: 2 (dapat dipinjam: 0)
    • Tandon: tidak ada
    Lihat Detail Induk
Abstract
Pada mulanya penerjemahan setia (faithful translation) identik dengan penerjemahan harfiah (literal translation) yang mementingkan bentuk daripada makna. Pendapat Nida (1964) mengubah sejarah karena menurutnya penerjemahan setia justru lebih mementingkan makna daripada bentuk. Prinsip inilah yang kemudian diterapkan dalam pendekatannya yang terkenal, yakni penerjemahan Dinamis. Bentuk tetap penting dipertahankan sepanjang alami dan bermakna dalam bahasa sasaran dan yang terpenting setia pada makna teks ash. Beekman dan Callow (1974) lalu melahirkan istilah kesetiaan dinamis (fidelity to the dynamics), yakni kesetiaan pada kealamian dan kebermaknaan bentuk bahasa sumber. Mereka pun bersepakat bahwa kesetiaan dinamis tidak boleh melampaui kesetiaan makna bahasa sumber (fidelity to the meaning). Dalam menerjemahkan metafora, hal yang tidak bisa diabaikan adalah pentingnya metafora. Dengan metafora pembicara biasanya memanfaatkan konsep yang sudah dikenal akrab pendengarnya untuk menjelaskan gejala yang sebelumnya tidak dikenal, sulit dipahami, atau tidak ada namanya Kekompakan metafora juga memudahkan ingatan. Pencitraannya bahkan membuat gagasan yang abstrak bisa diindera sehingga lebih hidup. Sementara itu, ketidaktaatannya pada norma bahasa literal justru menimbulkan ketegangan emosional. Bamwell (1980) meyakini bahwa metafora dalam Alkitab pun tidak hanya untuk menjelaskan dan memberi ornamen, tetapi juga untuk menarik perhatian sekaligus menggugah perasaan pendengarnya. Newmark (1988) pun mengukuhkan bahwa metafora digunakan untuk tujuan referensial sekaligus pragmatik. Kesetiaan dalam penerjemahan metafora pun tidak lepas dari prinsip-prinsip penerjemahan dinamis. Namun, peran penting metafora membuat penerjemahan dari metafora ke metafora lebih diutamakan daripada penerjemahan ke bukan metafora sepanjang tetap setia pada dinamika dan makna metafora asli. Dalam konteks ini, penerjemahan dari metafora ke bukan metafora setidak-tidaknya mengabaikan kesetiaan dinamis. Lebih dari itu, pengingkaran kesetiaan makna metafora asli bisa terjadi, utamanya ketika makna metafora asli sangat sulit dipisahkan dari bentuknya. Sesuai prinsip penerjemahan dinamis, melanggar kesetiaan pada kealamian dan kebermaknaan metafora asli membuatnya digolongkan ke dalam kesetiaan sedang, sedangkan tidak setia pada makna metafora asli nilai ke kesetiaannya rendah. Hanya terjemahan yang setia pada dinamika maupun makna metafora asli mencapai kesetiaan tinggi. Dinamika metafora asli ditelaah untuk mengetahui kebermaknaannya. Dua parameter diterapkan, yakni kefamilieran imaji dan konsep metaforis. Metafora asli yang dinamikanya bergantung pada imaji yang femilier atau konsep metaforis tertentu dapat dipertahankan atau setidak-tidaknya diadaptasi ke bahasa sasaran bila salah satu syaratnya dipenuhi, yaitu konsep metaforis atau imaji metafora asli dikenal dalam bahasa sasaran. Namun, langkah ini dimungkinkan bila kesetiaan makna tetap diutamakan. Demikian juga, untuk mencapai kesetiaan makna, metafora asli yang maknanya tergantung pada konteks tertentu harus siap untuk dipahami juga dalam bahasa sasaran berdasarkan konteks yang ada. Dalam hal ini, makna dari metafora asli yang berdasarkan pada konteks dan prinsip-prinsip kesamaan ditelaah. Studi kasus ini menelaah data berjumlah tujuh puluh lima metafora aktif yang diambil dari sepuluh surat Paulus yang termuat dalam Alkitab Khabar Baik dalam Bahasa Indonesia Sehari-hari. Hasilnya, empatpuluh lima terjemahan (60 %) mencapai kesetiaan tinggi, duapuluh tiga (30.7 %) hanya sampai pada kesetiaan sedang, dan tujuh (9.3 %) kesetiaannya rendah. Terjemahan dengan kesetiaan tinggi menempati urutan teratas. Ini menunjukkan mayoritas terjemahan berdasarkan pada penilaian yang benar bahwa kealamian bentuk dan kebermaknaan pesan dari metafora bahasa sumber bisa dipertahankan dalam bahasa sasaran tanpa mengganggu kesetiaan makna. Penyikapannya dengan cara mentransfer, mengadaptasi, atau menambah konteks seperlunya. Selanjutnya, terjemahan dengan kesetiaan sedang yang menempati urutan kedua mengisyaratkan masih cukup banyak penerjemahan berdasarkan pada penilaian yang salah: metafora bahasa sumber tidak bisa diterjemahkan secara alami dan bermakna. Penerjemahan lalu menitikberatkan pada aspek referensialnya saja dan terpaksa mengabaikan unsur pragmatiknya. Akibatnya, kesetiaan dinamis direduksi dengan cara menambahkan konteks untuk memperjelas makna atau mengkonversi metafora menjadi bukan metafora. Kesetiaan rendah yang jumlahnya relatif sedikit juga disebabkan oleh penilaian salah yang sama, tetapi tindak lanjutnya mengganggu kesetiaan makna, yakni membuang imaji penting bahasa sumber atau menggantinya dengan makna yang kurang lengkap.
Opini AndaKlik untuk menuliskan opini Anda tentang koleksi ini!

Lihat Sejarah Pengadaan  Konversi Metadata   Kembali
design
 
Process time: 0.171875 second(s)