Pengajaran Bahasa Inggris di Indonesia sudah dimulai sejak zaman penjajahan Belanda. Namun, pengajaran Bahasa Inggris dihapus oleh pemerintah pendudukan Jepang. Penghapusan itu merupakan bagian dari revisi sistem pendidikan yang telah diadakan oleh pemerintah kolonial Belanda. Setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekaan pada tahun 1945, pengajaran Bahasa Inggris dimulai lagi. Pengembangan pengajaran Bahasa Inggris tampak jelas setelah Mr. Wachendorf, orang pertama yang menjabat Kepala Inspektorat Pusat Pengajaran Bahasa Inggris di Departemen Pendidikan, menyatakan bahwa Bahasa Inggris berkedudukan sebagai bahasa asing pertama yang harus diajarkan di sekolah-sekolah menengah di Indonesia. Adapun tujuan pengajaran Bahasa Inggris, menurut Wachendorf ialah untuk membekali siswa dengan "working knowledge of English". Pengajaran Bahasa Inggris tersebut diperkuat dengan Keputusan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan, No. 096/1967, yang masih berlaku sampai sekarang. Tujuan akhir dari pengajaran Bahasa Inggris di dalam kurikulum 1946, 1953, 1962,1968, 1975, 1984, 1994 untuk SMP/SLTP, dan 1950, 1962, 1968, 1975, 1984, 1994 untuk SMA/SMU, pada prinsipnya sama, yaitu membekali siswa dengan kemahiran Bahasa Inggris dengan penguasaan kecakapan: membaca, mendengar, menulis, dan berbicara. Akan tetapi, di dalam kurikulum 1984 dan 1994 disebutkan prioritasnya berubah menjadi: membaca, menyimak, berbicara, dan menulis. Program-program pengajaran bahasa Inggris berubah sesuai dengan perubahan kurikulum dalam rangka menjawab tuntutan perkembangan pendidikan khususnya dan masyarakat pada umumnya, tetapi tetap mengacu pada tujuan yang telah ditetapkan di dalam kurikulum. Dalam kaitan perubahan kurikulum itu, materi pengajaran yang diberikan untuk siswa SMP dan SMA dari kurikulum yang satu ke yang lain pada hakekatnya sama, hanya penyajiannya (kemasannya) yang berbeda. Selain itu, metode pengajaran yang digunakan disebutkan bahwa perubahan metode dimulai dari metode Gramatika-Terjemahan (Grammar-Translation Method), metode Langsung (Direct Method), pendekatan Aural-Oral (Aural Oral Approach), menjadi pendekatan komunikatif (Communicative Approach). Semua program pengajaran bahasa Inggris yang telah diatur di dalam kurikulum tidak akan tercapai tanpa adanya guru-guru yang berkualitas. Untuk itu, keberadaan dan perkembangan Lembaga Pendidikan Guru (LPG) perlu ditelusuri untuk mengetahui seberapa jauh lembaga-lembaga ini telah berperan. LPG yang pada awalnya berbentuk in-service training, seperti B-1, PGSLP dan PGSLA, Balai Pendidikan Guru, Pusat Bahasa Inggris, berubah menjadi pre-service training, seperti STC, dan Program Pendidikan Guru untuk tingkat perguruan tinggi (PTPG, FKIP, IKIP, STKIP, Universitas Terbuka). |