Anda belum login :: 23 Nov 2024 00:13 WIB
Detail
BukuPola Penguasaan Tanah Masyarakat Tradisional dan Problema Pendaftaran Tanah Studi: Kasus di Sumatera Barat, Kalimantan Tengah, dan Nusa Tenggara Barat (Laporan Penelitian Volume II)
Bibliografi
Author: Habsjah, Atashendartini ; Diao, Ai Lien ; Adi, Rianto
Topik: BADAN PERTANAHAN NASIONAL; LAPORAN PENELITIAN; TANAH; TANAH ADAT; SUMATERA BARAT; KALIMANTAN TENGAH; NUSA TENGGARA BARAT; PENGUASAAN TANAH
Bahasa: (ID )    
Penerbit: Pusat Kajian Pembangunan Masyarakat Atma Jaya bekerjasama dengan Badan Pertanahan Nasional     Tempat Terbit: Jakarta    Tahun Terbit: 1998    
Jenis: Research Report
Fulltext:
Ketersediaan
  • Perpustakaan PKPM
    • Nomor Panggil: 333 Adi p
    • Non-tandon: 1 (dapat dipinjam: 1)
    • Tandon: tidak ada
   Reserve Lihat Detail Induk
Abstract
Hingga akhir abad 20, di Indonesia masih banyak tersebar tanah-tanah, termasuk hutan, yang penguasaannya berdasarkan aturan tradisional (hukum adat), walaupun aturan hukum "modern" yang mengatur pertanahan ini sudah ada sejak zaman penjajahan Belanda (1870). Namun hingga kini belum tersedia informasi lengkap tentang bentang dan batas-batas wilayah yang dicakup oleh pelbagai hukum adat tersebut; termasuk - uraian mengenai -penguasa tanahnya; aturan-aturan adat yang mengatur bentuk, isi, serta mekanisme hubungan antara tanah dan penguasa tanahnya; serta gambaran rinci mengenai perkembangan hukum adat tersebut di tengah arus pembangunan dan globalisasi. Sementara itu informasi tentang tanah adat semakin lama semakin dibutuhkan, karena beberapa alasan yang saling berkaitan, yaitu:
1. Masyarakat adat semakin dinamis dalam menyikapi proses perubahan dan pembangunan, dan hal ini mutlak dilakukan supaya mereka dapat tetap mempertahankan keberadaannya (survive);
2. Perubahan-perubahan yang ditimbulkan oleh dinamika pembangunan terhadap hukum adat tanah memberikan dampak langsung terhadap hukum tanah tertulis di Indonesia;
3. Hukum adat tanah, bisa dikatakan, merupakan sumber utama perkembangan hukum tanah nasional di Indonesia, dan juga pelengkap dari hukum tanah nasional yang tertulis.
Keberadaan hukum-hukum adat tersebut berkaitan langsung dengan masyarakat adat dan kulturnya yang dilandasi oleh asas kebersamaan. Akibatnya, hukum adat berkait dengan keberadaan tanah komunal, yang untuk beberapa daerah dikenal sebagai hak ulayat (misalnya: Minangkabau, Jambi). Pertanyaan yang perlu dijawab kemudian adalah apa signifikansi melakukan penelitian hak ulayat? Penelitian hak ulayat diperlukan karena sudah banyak kasus yang menunjukkan gejala menipisnya keberadaan hak-hak atas tanah komunal tradisional tersebut akibat kikisan program pembangunan. Padahal, keberadaan banyak masyarakat adat justru ditopang oleh tanah komunalnya. Sementara itu, masyarakat adat juga sudah berubah, yaitu dari masyarakat adat yang mendiami suatu teritori tertentu, semakin menjadi masyarakat yang terjalin atas hubungan kekerabatan saja (walau pada kenyataannya mereka tidak secara tuntas lepas dari ikatan daerah asalnya).
Informasi yang lengkap tentang hukum tanah tradisional di Indonesia ini juga diperlukan dalam rangka mensukseskan pelaksanaan Proyek Pensertifikatan Tanah yang akan diselesaikan di seluruh Indonesia dalam jangka 25 tahun mendatang, yaitu selama periode PJPII. Dalam proyek ini, PPA (Pusat Penelitian Atmajaya) diminta membantu BPN (Badan Pertanahan Nasional) melakukan studi tentang hak-hak tanah adat (tanah komunal) pada tiga wilayah.
Berkaitan dengan hal-hal tersebut di atas, dilakukan studi kepustakaan berbagai jenis sumber informasi tertulis. Sumber tertulis ini dapat dikelompokkan ke dalam:
a. bahan hukum primer (misal.: UUPA, UU No. 5/1979 tentang Pemerintahan Desa)
b. bahan hukum sekunder (misal: pendapat para ahli tentang aturan-aturan adat tanah,
hasil-hasil penelitian yang dilakukan oleh kalangan perguruan tinggi maupun
kalangan luas, dan laporan tentang kasus-kasus tanah yang terdapat di media
massa).
c. bahan hukum tersier (misal.: kamus ilmu hukum)
Dalam melakukan tinjauan tentang bentuk, isi, dan mekanisme hukum tanah adat, analisis informasi akan dilakukan menurut sejarah dan dasar pembentukan masyarakat adat. Berdasarkan keterangan di atas, maka berikut ini diuraikan hal-hal mendasar yang mengikat anggota masyarakat adat:
a. teritorial (persamaan wilayah)
b. genealogisi: matrilineal, patrilineal, parental, atau kombinasi beberapa faktor ini;
c. agama (religion)
d. kepentingan bersama
e. gabungan antara a, b, c, dan d.
Pendekatan ini diambil berdasarkan asumsi bahwa faktor-faktor inilah yang mengikat anggota-anggota masyarakat secara khas ke dalam kesatuan-kesatuan adatnya, serta yang menentukan siapa saja yang bisa menjadi pemimpin masyarakat adat yang bersangkutan dan pemegang hak atas tanah adat.
Sedapat mungkin, hal-hal atau pengertian yang ditemukan dalam hukum tanah adat dicarikan padanannya dalam hukum tanah tertulis, misalnya jenis-jenis hak, mekanisme peralihan hak, prosedur pengambilan keputusan dalam hal peralihan hak maupun sengketa tanah adat. Selain itu, juga akan diidentifikasi kelemahan dan kekuatan kedua sistem tersebut, dengan mempertimbangkan perkembangan masyarakat dalam konteks perubahan yang terjadi.
Opini AndaKlik untuk menuliskan opini Anda tentang koleksi ini!

Lihat Sejarah Pengadaan  Konversi Metadata   Kembali
design
 
Process time: 0.171875 second(s)