Mantan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Indonesia, Khofifah Indar Parawangsa, menyebutkan sekitar 24.000.000 perempuan, terutama di daerah pedesaan mengaku pernah mengalami kekerasan dan yang terbesar adalah kekerasan dalam rumah tangga (Kolibonso, 2002). Masalah kekerasan dalam rumah tangga merupakan isu penting karena walaupun sulit untuk dipantau, masalah kekerasan merupakan masalah yang nyata terjadi di Indonesia dan membawa banyak dampak negatif baik untuk korban itu sendiri maupun untuk anak- anak mereka sebagai generasi penerus bangsa (Aripurnami& Nurdiana, 1999). Perempuan korban kekerasan rumah tangga tidak menunjukkan sikap pasif maupun tidak berdaya dalam menghadapi kekerasan yang mereka alami (DelTufo, 1995). Mereka menunjukkan reaksi yang berbeda yang diklasifikasikan oleh Djannah (2003) menurut kondisi keutuhan perkawinan ke dalam tiga kelompok. Kelompok pertama yaitu perempuan yang memilih untuk bersikap tidak peduli terhadap masalahnya dan bertahan dalam perkawinan. Kelompok kedua yaitu perempuan yang berinisiatif mencari penyelesaian masalah dan bertahan dalam perkawinan. Kelompok ketiga yaitu perempuan yang melawan dengan mengajukan gugatan dan mengakhiri perkawinan. Dari tiga kelompok di atas, terlihat bahwa perempuan korban kekerasan rumah tangga melakukan sesuatu atas keadaan yang mereka alami. Mereka membuat suatu keputusan, suatu pilihan. Poerwandari (2000) dan Southall Black Sister (199_) menyebutkan faktor cinta dan harapan, citra diri, dukungan sosial, ekonomi, dan faktor anak, sebagai faktor- faktor yang menyebabkan perempuan korban kekerasan dalam rumah tangga bertahan dalam perkawinan. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan menggunakan metode wawancara. Pedoman wawancara didasarkan pada teori Poerwandari (2000) dan Southall Black Sister (199_). Responden dalam penelitian ini berjumlah 3 orang, masing- masing mewakili kelompok sikap dan reaksi yang berlainan. Berdasarkan pada hasil wawancara, dapat disimpulkan bahwa perempuan korban kekerasan rumah tangga yang memutuskan untuk bertahan dalam perkawinan adalah perempuan yang mengalami semua atau beberapa dari faktor berikut: masih mencintai suami dan memiliki harapan yang tinggi akan keluarga yang utuh dan bahagia, memiliki citra diri yang rendah, mendapatkan dukungan sosial yang minim, memiliki ketergantungan kepada suami secara finansial, memiliki kekuatiran yang tinggi terhadap anak. Perempuan korban kekerasan rumah tangga yang memutuskan untuk bercerai adalah perempuan yang mengalami semua faktor berikut: tidak ada cinta untuk suami dan harapan akan keluarga ideal, tidak memiliki citra diri yang rendah, mendapatkan dukungan sosial yang besar dari lingkungannya, mandiri dalam segi finansial, dan tidak memiliki kekuatiran yang besar di seputar anak. |