Hukum Internasional mengakui prinsip mendasar dalam hub ungan antarnegara; semua negara harus mencegah ancaman berupa penggunaan senjata atau dengan cara apapun terhadap integritas wilayah atau kemerdekaan politik negara lain. Kenyataannya, penggunaan senjata dalam konflik antarnegara tidak selalu dapat dihindari, hal ini pula yang terjadi antara Afghanistan dengan Amerika Serikat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaturan menurut hukum humaniter terhadap penggunaan hak bela diri (self defence) dan terhadap tindakan pembalasan (reprisal atau retaliation) dalam konteks serangan militer Amerika Serikat terhadap Afghanistan; dan kajian atas pelanggaran hak perlindungan bagi penduduk sipil menurut Jus in Bello. Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian deskriptif. Data diperoleh dari penelitian kepustakaan yang didukung dengan penelitian lapangan, yang selanjutnya dianalisis secara kualitatif. Penelitian dilakukan di Jakarta, Bandung, dan Yogyakarta. Hasil penelitian adalah: pertama, penggunaan hak bela diri (self defence) diakui dan dibenarkan menurut Pasal 51 Piagam PBB dan Resolusi Dewan Keamanan PBB No S/Res/1373 tanggal 28 September tentang Anti Terrorism. Sementara itu, penggunaan reprisal tidak diperkenankan atas dasar Resolusi Majelis Umum PBB No. 1625 (XXV) Tahun 1970 tentang Declaration on Principles of International Law Concerning Friendly Relation and Cooperation Among States in Accordance with the Charter of the United Nations dan Resolusi Dewan Keamanan PBB No. S/Res/1378 tanggal 14 November 2001 tentang Support for Transitional Administration in Afghanistan. Kedua, serangan militer Amerika Serikat terhadap Afghanistan telah melanggar hak atas perlindungan bagi penduduk sipil menurut Jus in Bello, yang menimbulkan hak bagi pihak yang dirugikan untuk menuntut pertanggungjawaban dari pelanggar menurut hukum humaniter. Saran yang diajukan berkaitan dengan obyektivitas dan independensi PBB, forum penyelesaian sengketa, kemungkinan pengajuan gugatan terhadap Dewan Keamanan PBB dalam hal keputusan yang diberikan tidak obyektif dan merugikan, dan restrukturisasi keanggotaan tetap DK PBB. |