Memiliki anak autis menyebabkan tingkat stres yang tinggi pada orang tua karena autis adalah gangguan perkembangan yang bersifat pervasif, yang dikarakteristikkan dengan adanya tiga gangguan utama yang parah, yaitu gangguan dalam melakukan interaksi sosial, berkomunikasi, dan adanya perilaku stereotipe (Mash dan Wolfe, 1999). Untuk dapat melakukan coping stres, orang tua memerlukan dukungan sosial yang merupakan pendukung dan terbukti dapat memfasilitasi individu dalam melakukan coping stres (Turner, 1999). Dukungan sosial didefinisikan sebagai informasi yang diperoleh individu bahwa dirinya dicintai, dihargai, dan dapat mengandalkan bantuan orang lain ketika membutuhkannya (Cobb dalam Turner, 1999). Penelitian ini bertujuan untuk melihat gambaran dukungan sosial yang diperlukan dan sejauh mana dukungan sosial tersebut secara efektif dapat mendukung coping stres orang tua dengan anak autis. Metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif. Pendekatan ini dipakai dalam suatu penelitian yang membutuhkan pemahaman mendalam dan khusus terhadap suatu fenomena. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara dan observasi terhadap ibu dengan anak autis yang berjumlah empat orang. Pemilihan subjek ibu karena ibu cenderung lebih terlibat dalam penanganan terhadap anak. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa dukungan sosial, yang terdiri atas dukungan informasional, emosional, spiritual, instrumental, atas penghargaan diri, dan berupa jaringan (Sarafino, 1994 dan Ellison dan George, 1994), dapat memfasilitasi orang tua (dalam hal ini ibu) dalam melakukan coping stres. Dukungan yang dirasakan paling bermanfaat adalah yang bersifat informasional, emosional, dan spiritual. Dukungan informasional, yang disertai dengan testimoni, umumnya berupa metode-metode terapi untuk anak autis, waktu yang diperlukan untuk melihat hasil terapi, dan terobosan terbaru dalam terapi. Dukungan emosional biasanya berasal dari suami, keluarga, dan teman-teman, berupa penerimaan terhadap keadaan anak, pemberian semangat, dan dapat diandalkan sebagai tempat pencurahan perasaan. Dan dukungan spiritual diperlukan agar subjek dapat bersikap pasrah menerima keadaan dan percaya pada Tuhan bahwa cobaan yang harus dijalani tidak akan melebihi kapasitas mereka, sehingga subjek dapat menghadapi masalahnya dengan tabah. Kesimpulan yang diperoleh memperlihatkan bahwa tidak semua subjek dapat memperoleh dukungan tersebut karena kesulitan untuk menemukan sumber informasi yang tepat dan keterbatasan finansial. Pada umumnya subjek merasa kurang puas terhadap dukungan yang sudah diperoleh. Seluruh subjek berharap tersedianya sebuah wadah khusus yang dapat memberikan dukungan informasional secara tepat bagi orang tua, terutama yang anaknya baru didiagnosa. Dukungan suami secara emosional juga sangat diharapkan karena seringkali suami hanya memberikan dukungan finansial saja dan kurang terlibat dalam mengasuh anak. Dengan demikian, saran dapat diberikan kepada para profesionalisme yang bergerak dalam bidang autis agar semakin peka terhadap kebutuhan ibu akan informasi yang tepat, terutama dalam hal penanganan untuk anak. Yayasan atau tempat terapi autis agar tidak bersifat komersial karena masalah finansial merupakan hal yang berat bagi orang tua. |