Pada dasarnya tujuan didirikannya suatu perusahaan adalah memperoleh laba (surplus) bagi kemakmuran pemilik perusahaan, kelangsungan hidup dan perkembangan perusahaan. Laba merupakan selisih antara hasil pendapatan perusahaan dikurangi dengan semua biaya yang dikeluarkan dari kegiatan operasi normal perusahaan. Pada perusahaan manufaktur, berdasarkan fungsi-fungsi pokok, biaya dapat diklasifikasikan menjadi biaya produksi, biaya penjualan, dan biaya umum administrasi. Biaya produksi memiliki komposisi biaya terbesar dibandingkan kedua biaya lainnya. Biaya produksi merupakan bagian terpenting karena berfungsi sebagai dasar untuk penetapan harga jual. Oleh karena itu ketepatan menghitung biaya produksi (Harga Pokok Produksi) sangat mempengaruhi harga jual dan laba. Harga jual ditetapkan dengan menambah laba (mark up) diatas harga pokok produksi. Perhitungan harga pokok produksi juga digunakan sebagai alat untuk perencanaan, dan pengendalian biaya (dasar untuk mengukur efisiensi produksi perusahaan), sebagai alat untuk penilaian persediaan, dan sebagai alat untuk pengambilan keputusan khusus bagi manajemen dalam menjalankan kegiatan operasi perusahaan. Karena perhitungan harga pokok produksi sangat penting, maka penulis mencoba untuk menguji ketepatan perhitungan harga pokok produksi yang dilakukan perusahaan. Dalam menganalisa, penulis menggunakan metode pengumpulan data berupa riset perpustakaan dan riset lapangan yang terdiri dari pengamatan, dan wawancara. Penulis melakukan perhitungan harga pokok produksi terhadap dua order dimana order pertama (AJ1002) memiliki biaya bahan langsung yang besar dan order kedua (DR2302C) memiliki biaya bahan langsung yang kecil, kemudian penulis melakukan perbandingan dengan perhitungan perusahaan. Perhitungan dan pengklasifikasian biaya bahan langsung dan upah langsung telah dilakukan perusahaan dengan benar, namun perhitungan biaya produksi tidak langsung masih kurang tepat akibat adanya kesalahan dalam pengklasifikasian pada biaya produksi tidak langsung (MO). Kesalahan klasifikasi dan kalkulasi MO mengakibatkan kesalahan dalam perhitungan harga pokok produksi. Dari hasil perbandingan antara penggunaan MO rate berdasarkan analisa penulis, untuk order no. AJ1002 tidak terlihat perbedaan yang signifikan antara perhitungan perusahaan dengan penulis, hal ini disebabkan pembebanan biaya transportasi yang cukup besar oleh perusahaan sebagai salah satu unsur MO, sebagai akibat dari tingginya prime cost terutama unsur biaya bahan langsung. Sedangkan untuk order CMT no. DR2302C terlihat perbedaan yang signifikan antara perhitungan perusahaan dengan penulis, hal ini disebabkan pembebanan biaya transportasi yang terlalu rendah oleh perusahaan sebagai salah satu unsur MO, sebagai akibat dari rendahnya prime cost terutama unsur biaya bahan langsung. Perusahaan menetapkan harga pokok yang terlalu rendah terutama pada order CMT. Harga pokok yang terlalu rendah mengakibatkan laba perusahaan dicatat terlalu tinggi (overstated). Perusahaan perlu mengklasifikasikan kembali biaya MO dengan benar dan mengubah cara pembebanan / kalkulasi biaya MO yaitu dengan menggunakan tarif MO yang ditetapkan dimuka (Predetermined MO rate), dimana tarif ini dihitung dengan membagi anggaran MO dengan anggaran tingkat kegiatan yang dinyatakan dalam pieces. Perusahaan perlu memasukkan biaya penyusutan (depresiasi) mesin pabrik, sebagai biaya produksi tidak langsung yang merupakan salah satu unsur harga pokok, karena mesin pabrik telah memberi jasa (support) pelayanan dalam proses produksi walaupun biaya ini tidak memerlukan pengeluaran tunai. Selain sebagai dasar penetapan harga jual, maka perusahaan dapat memperluas fungsi harga pokok, untuk pengendalian biaya produksi dan sebagai dasar pengambilan keputusan khusus. Dengan adanya analisa ini, penulis memberikan gambaran bagaimana menghitung harga pokok produksi yang akurat dan manfaat yang bisa diperoleh dari harga pokok produksi selain menetapkan harg |