Inflasi yang merajalela mengakibatkan tingginya tingkat suku bunga serta naiknya harga-harga produk maupun jasa. Kedua hal ini membawa dampak yang cukup signifikan bagi pengukuran akuntansi yang berdasarkan pada harga perolehan (historical cost basis). Banyak kalangan menilai bahwa dalam keadaan inflasi, dasar harga perolehan menjadi tidak relevan lagi di dalam pengukuran akuntansi. Hal ini disebabkan karena nilai riil sebuah besaran nominal yang diperoleh atau dikeluarkan perusahaan pada saat ini dengan nilai riil sebuah besaran nominal yang diperoleh atau dikeluarkan perusahaan dikemudian hari, akan jauh berbeda, sehingga akan mempengaruhi arus kasnya. Oleh karena itu, dibutuhkan sebuah alat, metode, atau instrumen yang dapat dipergunakan untuk mengukur aliran uang yang masuk ke dalam perusahaan maupun aliran uang yang keluar dari dalam perusahaan secara objektif, sehingga pengambilan keputusan dalam bidang keuangan tidak terdistorsi oleh faktor inflasi dan besaran nilai nominal. Salah satu contoh penerapan akuntansi yang berdasarkan pada harga perolehan (historical cost basis) adalah perlakuan akuntansi atas Wesel Bayar Tidak Berbunga (Non Interest Bearing Notes Payable), karena Beban Bunga (Interest Expense) yang diperhitungkan di muka sebagai diskonto, tidak memperhatikan nilai riil sebuah besaran nominal yang mengalami perbedaan waktu antara masa kini dengan masa yang akan datang. |