Di Indonesia, bisnis sewa guna usaha akan tetap merupakan komponen terbesar bagi perusahaan pembiayaan, hal ini dibuktikan dengan diterbitkannya Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Keuangan, Menteri Perindustrian dan Menteri Perdagangan RI No.Kep-122/MK/IV/2/1974, No.32.M/SK/2/1974, No.30/Kpb/I/1974 bertanggal 7 Pebruari 1974. SKB ini dari segi riwayat hukum mengenai leasing di Indonesia adalah bersifat monumental. Namun demikian, dari sejumlah peraturan perundangan di Indonesia pengaturan mengenai leasing lebih banyak bersifat administratif, terutama menyangkut perijinan dan perpajakan. Baru kemudian pada Keputusan Menteri Keuangan No.1169/KMK.01/1991 bertanggal 27 November 1991 (tentang kegiatan Sewa Guna Usaha), terdapat beberapa pengaturan tentang substansi leasing. Dengan demikian pengaturan yang lengkap dan jelas tentang substansi leasing sejauh ini belum ada. Tetapi tanpa harus risau dengan persoalan yang timbul di kalangan hukum, kalangan usaha dapat berpegang pada kenyataan bahwa sistem hukum kita membuka peluang untuk memberi kepastian, karena dianutnya sistem terbuka dalam perjanjian di Indonesia. Tetapi perlu juga diketahui bahwa menurut hukum, perjanjian tidak hanya mengikat untuk apa yang secara eksplisit dinyatakan didalamnya , tetapi juga terikat oleh segala sesuatu yang menurut kepatutan, kebiasaan, atau undang-undang terikat mengingat sifat dari perjanjian itu. Melalui penulisan skripsi ini, penulis ingin megetahui sampai sejauh mana penerapan hukum oleh PT. BFI Finance Indonesia Tbk, apabila muncul suatu persoalan yang diakibatkan oleh lessee, dan berbagai upaya penyelesaiannya. |