Anda belum login :: 22 Nov 2024 23:35 WIB
Home
|
Logon
Hidden
»
Administration
»
Collection Detail
Detail
Dominasi perempuan dalam film horror indonesia: apa artinya?
Oleh:
Pratiwi, Wulandari
Jenis:
Article from Proceeding
Dalam koleksi:
KOLITA 16: Konferensi Linguistik Tahunan Atma Jaya Keenam Belas Tingkat Internasional
,
page 503-507.
Topik:
Horror films
;
Social Semiotics
;
Critical Discourse Analysis
;
Systemic-Functional Linguistics
Fulltext:
503-507 Wulandari Pratiwi.pdf
(398.75KB)
Isi artikel
Meskipun film horror Indonesia sudah ada sejak tahun 1940an, genre film ini baru menjamur pada akhir tahun 1990an. Mulai dari Si Manis Jembatan Ancol (1992) hingga Pengabdi Setan (2017), film-film horror Indonesia secara konsisten menampilkan hantu-hantu yang menyeramkan dan alur cerita yang menegangkan. Selain hantu dan alur cerita yang menyeramkan, beberapa pola tertentu dapat diidentifikasi dari film-film horror tersebut. Salah satu pola yang ditemukan adalah bahwa hampir semua film horror Indonesia menjadikan hantu perempuan sebagai tokoh utamanya. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengungkap alasan-alasan yang mungkin ada di balik dominasi perempuan sebagai tokoh hantu dalam film horror Indonesia. Data diambil dari empat film horror Indonesia yang rilis dari tahun 1980an hingga 2010an. Film-film tersebut adalah “Si Manis Jembata Ancol”, “Sundel Bolong”, “Kuntilanak”, dan “Pengabdi Setan: Ibu Datang Lagi”. Film-film tersebut kemudian dianalisis menggunakan semiotika sosial dari Van Leuween (2008). Analisis Wacana Kritis dari Van Dijk (1998) juga digunakan untuk menganalisis fenomena sosial, ideology di balik fenomena sosial, dan dialog antartokoh dalam film. Untuk memperkuat analisis, Linguistik Sistemik-Fungsional dari Halliday (2004) juga dipergunakan untuk analisis dalam tataran kalimat. Penelitian ini menemukan bahwa perjuangan perempuan untuk kesetaraan hak dalam masyarakat berkontribusi pada dominasi mereka sebagai hantu di film-film horror Indonesia. Beberapa stereotype negatif, seperti pelacur akan selalu menjadi perempuan tidak baik, juga dapat ditemukan dalam film-film horror tersebut. Selain itu, film-film tersebut menunjukkan adanya ciri khas gaya dan pakaian yang digunakan hantu perempuan dari masa ke masa. Sebagai tambahan, beberapa adegan dalam film-film horror Indonesia menunjukkan bahwa perempuan diposisikan sebagai korban kekerasan fisik dan seksual Pada akhirnya, penelitian ini menyimpulkan bahwa karya seni, seperti film, novel, puisi, dapat merefleksikan apa yang terjadi di dalam masyarakat. Oleh karena itu, kita tidak dapat melihat karya seni sebagai sebuah karya seni saja. Sebagai alternatif, karya seni seharusnya dilihat sebagai media untuk melatih kita berpikir kritis.
Opini Anda
Klik untuk menuliskan opini Anda tentang koleksi ini!
Kembali
Process time: 0.015625 second(s)