Untuk memenuhi permintaan energi listrik yang tinggi Pemerintah memberikan izin kepada pihak swasta untuk membangun pembangkit listrik baru. Ada 27 kontrak listrik swasta yang sudah ditandatangani oleh Pemerintah, namun dengan adanya krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak Juli 1997, Pemerintah melalui Keputusan Presiden no 39 tahun 1997 menunda kontrak-kontrak ini, dan harus di negosiasikan kembali apabila akan dilanjutkan untuk mendapatkan harga yang lebih wajar. Pembangunan proyek Asahan I yang dilaksanakan oleh PT Bajradaya Sentranusa termasuk dalam skema ini, perusahaan telah mempunyai kontrak jual beli listrik dengan PLN, dan telah menanamkan investasinya serta telah mempunyai perjanjian dengan sindikasi bank untuk mendanai proyek ini sebesar juta. Sebagian pinjaman tersebut sebesar juta telah dicairkan untuk membiayai sebagian proyek dan saat ini menjadi hutang jangka panjang kepada BPPN. Ada dua alternatif penyelesaian yaitu menghentikan proyek dan perusahaan mengajukan klaim ganti rugi kepada Pemerintah atau melanjutkan proyek dengan mencari penyelesaian dengan menghitung kembali biaya proyek, melakukan restrukturisasi pendanaan agar proyek tetap layak (feasible) dan mencari investor baru (strategic partner). Untuk mencari strategic partner yang mau menanamkan modalnya pada proyek ini maka manajemen harus dapat memberikan Rate of return yang menarik . IRR yang diinginkan oleh investror baru adalah 15% sementara investor lama menginginkan IRR > 10 % disamping itu ban yang didapat adalah dengan bunga 9 % pertahun dengan masa pengembalian 15 tahun termasuk grace periode 4 tahun. Untuk bisa memenuhi persyaratan diatas maka variable yang sangat menentukan adalah harga jual listrik dan biaya proyek. Dari hasil perhitungan berbagai alternatif ditemukan bahwa harga jual listrik yang masih wajar dan dapat diterima adalah berkisar antara 4,35- 4,5 sen USD/KWh. |