Anda belum login :: 22 Nov 2024 23:30 WIB
Detail
ArtikelPenggunaan kata “karma” dalam komunikasi masyarakat lintas budaya  
Oleh: Paramitha, A.A. Sri Laksmi
Jenis: Article from Proceeding
Dalam koleksi: KOLITA 16: Konferensi Linguistik Tahunan Atma Jaya Keenam Belas Tingkat Internasional, page 31-32.
Topik: multikultural; semantik; komunikasi; lintas agama; budaya; karma; metabahasa
Fulltext: 31-32 A.A. Sri Laksmi Paramitha_Edited.pdf (284.31KB)
Isi artikelBahasa Indonesia menyerap banyak kata dari berbagai bahasa, salah satunya adalah kata “Karma” yang hingga saat ini digunakan secara aktif oleh masyarakat Hindu di seluruh dunia. Di sosial media di Indonesia, kata “karma” ditemukan oleh penulis baik dalam laman yang berhubungan langsung dengan spiritualitas Hindu hingga digunakan secara bebas oleh masyarakat multikultural. Kalimat seperti, “Karma berlaku bagi mereka yang berbuat dzalim” atau, “Astagfirullah, gak banyak cakap, semoga tetangga yang siram air panas kucing guwa kena karma nya” merupakan contoh data yang telah penulis temukan dari grup sosial media Facebook. Kata “Karma” digunakan juga untuk mengungkapkan ujaran-ujaran kebencian dalam status dan komentar di media sosial lain seperti Instagram dan Path. Tak hanya itu, sebuah band terkenal di era milenia, “Cokelat”, menggunakan kata “Karma” sebagai salah satu judul lagu dimana liriknya sarat dengan rasa sakit hati dan ungkapan balas dendam. Dalam meme, kata “Karma” kerap digunakan sebagai nasihat untuk mengingatkan pembaca akan hukuman tabur-tuai, sebuah hukum alam yang diyakini oleh masyarakat Hindu dan Buddha. Kata “Karma” sendiri secara etimologi berasal dari bahasa Sansekerta yang memiliki makna “perbuatan”, namun dalam konteks komunikasi masyarakat lintas budaya di Indonesia, kata tersebut merupakan polisemi. Pemaknaan akan berbeda jika diutarakan oleh masyarakat dengan perbedaan latar budaya dan agama. Metabahasa Semantik Alami atau Natural Semantic Metalanguage oleh Goddart dan Wierzbicka digunakan untuk menganalisis polisemi yang muncul untuk menunjukkan perbedaan makna. Hal ini diharapkan dapat mencegah kesalahpahaman dalam komunikasi lintas budaya. Hasil penelitian dalam makalah ini menunjukan bahwa kelas kata “Karma” dapat berupa kata kerja dan kata benda yang muncul dalam frasa maupun kalimat lengkap. Polisemi yang muncul dalam penggunaan kata “karma” tidak semerta-merta berbeda karena ada perbedaan budaya maupun agama, makna yang berbeda dapat berasal dari penutur dengan latar belakang budaya maupun agama yang sama.
Opini AndaKlik untuk menuliskan opini Anda tentang koleksi ini!

Kembali
design
 
Process time: 0 second(s)