Mengukur vitalitas bahasa dengan Panduan Perencanaan Bahasa (PPB): studi kasus pada bahasa kuhin [KKX], dusun malank [DUQ], dan Dusun Bayan di Kalimantan Tengah  

Oleh:

Simanjuntak, Tiar

Jenis: Article from Proceeding
Dalam koleksi: KOLITA 17: Konferensi Linguistik Tahunan Atma Jaya Ketujuh Belas Tingkat Internasional, page 487-491.
Topik: vitalitas bahasa; tingkat EGIDS; PPB; diskusi kebahasaan metode partisipatif
Fulltext: 487-491.Tiar Simanjuntak.pdf (575.92KB)

Ketersediaan

Perpustakaan PKBB Nomor Panggil: 406 KLA 17 Non-tandon: tidak ada Tandon: 1

Lihat Detail Induk

Isi artikel

Informasi awal mengenai tingkat vitalitas suatu ragam bahasa penting untuk diketahui karena hal ini nantinya membantu dalam menentukan program pengembangan bahasa yang tepat sasaran dan yang pada akhirnya bertujuan untuk melestarikan ragam bahasa itu sendiri. Amatlah disayangkan bila suatu program kebahasaan yang telah memakan waktu yang lama dan tenaga yang besar namun tatkala hendak didedikasikan kepada penutur bahasa tersebut ternyata mereka sudah tidak menggunakan bahasa mereka lagi. Untuk mengukur tingkat vitalitas bahasa digunakan suatu acuan yang disebut Expanded Graded Intergenerational Disruption Scale (EGIDS)[1]. Sementara Panduan Perencanaan Bahasa (PPB)[2] merupakan suatu pendekatan praktis yang dapat menolong kita mengetahui vitalitas bahasa. Dalam PPB ada beberapa alat yang menggunakan metode partisipatif di mana sekelompok penutur bahasa berdasarkan usia, gender, dan latar belakang sosial yang beragam duduk bersama dan melihat bagaimana bahasa digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Hasil diskusi kebahasaan yang difasilitasi dengan PPB merupakan refleksi langsung penggunaan bahasa oleh para penutur bahasa tersebut. Studi kasus pada tiga ragam bahasa di Kalimantan Tengah: Kuhin [kkx], Dusun Malank [duq], dan Dusun Bayan membuktikan kepraktisan penggunaan PBB dalam upaya mencari tahu vitalitas bahasa.

Opini Anda

Klik untuk menuliskan opini Anda tentang koleksi ini!

Kembali