Anda belum login :: 22 Nov 2024 23:31 WIB
Home
|
Logon
Hidden
»
Administration
»
Collection Detail
Detail
Potret perbedaan bunyi bahasa masyarakat maritim dengan masyarakat agraris di Surabaya
Oleh:
Zaim, Masyra’atul
Jenis:
Article from Proceeding
Dalam koleksi:
KOLITA 17: Konferensi Linguistik Tahunan Atma Jaya Ketujuh Belas Tingkat Internasional
,
page 313-316.
Topik:
Perbedaan Bunyi Bahasa
;
Masyarakat Maritim
;
Masyarakat Agraris
Fulltext:
313-316.Masyra’atul Zaim.pdf
(355.51KB)
Ketersediaan
Perpustakaan PKBB
Nomor Panggil:
406 KLA 17
Non-tandon:
tidak ada
Tandon:
1
Lihat Detail Induk
Isi artikel
Indonesia merupakan negara kepualauan dengan beragam agama, suku, dan bahasa. Tidak heran, Indonesia memiliki beribu bahasa dan budaya yang berbeda-beda. Disamping itu, Indonesia juga dikenal sebagai negara maritim dan agraris. Hal tersebut setidaknya memengaruhi bahasa yang digunakan masyarakat di Indonesia. Bahasa sebagai alat komunikasi tidak bisa lepas dari kehidupan bermasyarakat dan terus melekat pada diri seorang pemakai bahasa. Dari bahasa pula seseorang dapat melihat dan terlihat daerah asal mereka, yaitu dengan bunyi bahasa yang dilontarkan ketika berkomunikasi. Di Surabaya, misalnya, sebagai kota yang besar dengan berbagai pendatang dari luar Surabaya. Tentu memiliki ragam varian bunyi bahasa, terutama bunyi bahasa masyarakat yang berasal dari daerah pesisir (maritim) dengan ragam bahasa masyarakat yang berasal dari daerah agraris (pertanian). Perbedaan bunyi bahasa antara masyarakat daerah pesisir (maritim) dengan masyarakat daerah pertanian (agraris) baik dari volume, intonasi, maupun dialek ketika berdialog sangat berbeda. Adanya potret perbedaan tersebut menarik untuk diteliti dari segi fonetik dan fonologi. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui potret perbedaan dan faktor yang melatarbelakangi bunyi bahasa antara masyarakat pesisir (maritim) dengan masyarakat daerah agraris di Surabaya. Jenis penelitian ini menggunakan deskriptif kualitatif. Teknik pengumpulan data terdiri dari wawancara dan observasi yang dilakukan oleh peneliti sebagai pengamat di daerah pesisir pantai Kenjeran, pasar tradisional, kampus, dan beberapa daerah lahan hijau di Surabaya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bunyi bahasa yang dihasilkan masyarakat maritim cenderung berintonasi tinggi dan bervolume keras dibandingkan dengan bunyi bahasa masyarakat agraris yang cenderung berintonasi rendah dan bervolume lembut. Adapun diantara faktor yang melatarbelakangi perbedaan tersebut adalah lingkungan di daerah pesisir lebih berisik karena debur ombak dan angin yang berhembus kencang sehingga seseorang yang akan berbicara harus menyesuaikan suara debur ombak dan angin tersebut ketika berkomunikasi. Selain itu, pola permukiman yang memanjang juga memengaruhi seseorang berbicara lebih keras. Berbeda dengan pola perkampungan masyarakat agraris yang lebih terpusat, tidak membuat seseorang berbicara dengan suara keras. Itulah sebabnya bunyi bahasa yang dihasilkan masyarakat agraris lebih lembut dan halus karena lingkungan tenang dan nyaman.
Opini Anda
Klik untuk menuliskan opini Anda tentang koleksi ini!
Kembali
Process time: 0.015625 second(s)