Anda belum login :: 22 Nov 2024 23:36 WIB
Home
|
Logon
Hidden
»
Administration
»
Collection Detail
Detail
Pembangunan identitas melalui sapaan kekerabatan di masyarakat perkotaan
Oleh:
Rahayu, Lina Meilinawati
Jenis:
Article from Proceeding
Dalam koleksi:
KOLITA 17: Konferensi Linguistik Tahunan Atma Jaya Ketujuh Belas Tingkat Internasional
,
page 286-290.
Topik:
sapaan kekerabaran
;
identitas
;
distingsi
;
status sosial
Fulltext:
286-290.Lina Meilinawati Rahayu.pdf
(244.16KB)
Ketersediaan
Perpustakaan PKBB
Nomor Panggil:
406 KLA 17
Non-tandon:
tidak ada
Tandon:
1
Lihat Detail Induk
Isi artikel
Tulisan ini ingin mengkaji dan mengungkapkan bagaimana pembangunan identitas baru pada masyarakat perkotaan ditampilkan melalui sapaan kekerabatan. Dalam sepuluh tahun terakhir ada kecenderungan sapaan kekerabatan dalam anggota keluarga ada pergeseran, terutama di kota besar. Misalnya panggilan pada “ibu” mulai bergeser menjadi “mamih”, “mommy” “bunda”, atau "ummi". Begitu pula panggilan untuk “bibi” mulai ditanggalkan diganti dengan “onti” (yang mungkin berasal dari aunty), panggilan untuk ibunya ibu pun daripada menyapa nenek, alih-alih lebih memilih "grany" atau membuat "bahasa" baru sendiri. Pergeseraan sapaan di kalangan masyarakat kelas menengah perkotaan adalah sebuah wacana budaya. Bagaimana masyarakat menengah perkotaan menilai dan mendudukkan dirinya melalui sapaan kekerabatan. Wacana kebudayaan inilah yang menawarkan tantangan sekaligus peluang bagi para peneliti untuk mulai memperhatikan sisi lain realitas masyarakat dewasa ini. Baudrillard menjelaskan karakter khas masyarakat dewasa ini sebagai masyarakat simulasi. Disebutnya sebagai masyarakat yang hidup dengan silang-sengkarut kode dan tanda. Dengan demikian, bahasa, khususnya sapaan kekerabatan ini akan didudukkan dalam sebuah wacana budaya. Segala sesuatu yang dibangun dengan kesadaran adalah usaha untuk membangun identitas. Dengan kesadaran penuh sapaan kekerabatan dibuat dan diciptakan. Memilih sapaan yang “tepat” adalah cara seseorang menilai dan menghargai dirinya. Dengan kata lain, menentukan sapaan adalah mendudukan diri di tengah-tengah orang lain dan lingkungannya. Penelitian ini akan memadukan penelitian kuantitatif dan kualitatif. Penelitian kuantitatif untuk mengambil data tentang penggunaan sapaan pada keluarga-keluarga di masyarakat perkotaan untuk kemudian data dianalisis dengan menyandarkan pada teori identitas dari Hall dan teori distingsi dari Baudlliard. Penganalisisan menggunakan teori Baudlliard tentang distingsi dengan pemikiran bahwa sapaan yang dibuat bersengaja untuk “membedakan” atau membuat "pembeda" dengan motif membangun sebuah identitas. Nilai-tanda dan nilai-simbol, yang berupa status, prestise, ekspresi gaya, gaya hidup, bisa jadi motif utama aktivitas perubahan sapaan kekerabatan tersebut.
Opini Anda
Klik untuk menuliskan opini Anda tentang koleksi ini!
Kembali
Process time: 0.015625 second(s)