Anda belum login :: 23 Nov 2024 00:19 WIB
Detail
ArtikelSatu kampung lima bahasa: catatan sosio-antropolinguistik masyarakat multibahasa di Tafaga  
Oleh: Ibrahim, Gufran A.
Jenis: Article from Proceeding
Dalam koleksi: KOLITA 17: Konferensi Linguistik Tahunan Atma Jaya Ketujuh Belas Tingkat Internasional, page 1-6.
Topik: kampung multibahasa; urutan pemerolehan; pergeseran pemerolehan
Fulltext: 1-6.Gufran A. Ibrahim.pdf (370.56KB)
Ketersediaan
  • Perpustakaan PKBB
    • Nomor Panggil: 406 KLA 17
    • Non-tandon: tidak ada
    • Tandon: 1
 Lihat Detail Induk
Isi artikelKelurahan Tafaga, Ternate, Maluku Utara, adalah kampung yang menggunakan lima bahasa: bahasa Ternate, bahasa Tidore, bahasa Makeang Timur (Taba), bahasa Makeang Barat (Omamoi), dan bahasa Melayu Ternate. Studi sosiolinguistik Maricar (2006) menemukan bahwa setiap anak yang lahir dan tumbuh-kembang di kampung ini menguasai lima bahasa. Ada campur kode dan alih kode pada setiap percakapan dalam kampung multibahasa ini. Alih kode terjadi bergantung pada ranah, situasi, mitra tutur, topik, dan tujuan tutur. Alih kode antarbahasa terjadi bila penutur bermaksud mengakrabkan diri, berguyon, atau ingin memberikan penghormatan pada petutur. Lanskap sosiolinguistik masyarakat multibahasa di Tafaga menarik secara antropolinguistik, karena beberapa hal. Pertama, kemajemukan bahasa di Tafaga terjadi dalam proses pembentukan kampung multibahasa secara alamiah melalui migrasi spontan ke satu kampung kecil di pulau Moti, sebelah selatan pulau/kota Ternate. Kedua, kemajemukan bahasa, karena kemajemukan asal suku, telah menciptakan suatu masyarakat yang akomodatif dan mengalami pembelajaran tentang kebinekaan secara alamiah. Ketiga, perilaku akomodatif personal dan sosial yang tergambar dalam alih kode antarbahasa pada penutur multibahasa Tafaga merupakan gambaran nyata dari alam pikir, persepsi, dan penerimaan penutur multibahasa khas Tafaga. Keempat, sejak kampung ini terbentuk, belum pernah terjadi konflik antarwarga sampai pada tingkat masif yang membutuhkan energi besar untuk peleraian oleh pemerintah. Kelima, masyarakat multibahasa Tafaga adalah prototipe kampung majemuk yang terbentuk dan terintegrasi secara alamiah. Studi antropolinguistik perlu didorong untuk menemukan makna di balik alih kode, urut pemerolehan, serta kemungkinan pergeseran urutan pemerolehan lima bahasa yang digunakan di Tafaga. Studi ini penting untuk memberi masukan kepada pengambil kebijakan pembangunan kebinekaan berdasarkan pengalaman alamiah suatu masyarakat membentuk komunitas majemuk melalui pilihan bahasa sebagai praktik budaya. Hasil studi ini dapat memberi pelajaran penting untuk memastikan kebinekaan tetap terjaga dan terawat dalam membangun keindonesiaan kita, melalui pengalaman “kecil” dari kampung multibahasa.
Opini AndaKlik untuk menuliskan opini Anda tentang koleksi ini!

Kembali
design
 
Process time: 0.015625 second(s)