Pembinaan iman adalah tugas Gereja. Namun, disadari ataupun tidak, sebenarnya merupakan kebutuhan setiap orang beriman, tanpa kecuali. Melalui kegiatan pembinaan iman itulah umat dari hari ke hari dihantar menuju ke kedewasaan sebagai orang Kristen: meneladani Kristus dalam hidup sehari-hari. Sesungguhnya keluarga merupakan 'tempat' pertama dan utama berlangsungnya proses pembinaan iman, khususnya bagi anak dan remaja. Namun banyak anak dan remaja yang tidak beruntung, "yang kekurangan dukungan religius dalam keluarga". "Adalah tanggung jawab komunitas Kristiani untuk menangani keadaan ini, dengan memberikan bantuan yang murah, kompeten, dan realistis, dengan melakukan dialog dengan keluarga-keluarga, dengan menyodorkan bentuk-bentuk pendidikan yang memadai, dan dengan memberikan katekese yang selaras dengan kemungkinan-kemungkinan konkret dan kebutuhan anak-anak ini." (lih. Petunjuk Umum Katekese artikel 180. 1997: 163). Satu dari kelompok umat yang agak terabaikan oleh Gereja dalam hal pembinaan imannya ialah kelompok anak pasca Komuni Pertama. Data penerimaan Komuni Pertama di Keuskupan Agung Jakarta sejak tahun 1996 hingga 1999 menunjukkan angka yang tidak sedikit. Berarti, ada banyak anak pasca Komuni Pertama. Sebelumnya mereka mengikuti kelompok Bina Iman atau Sekolah Minggu atau Minggu Gembira. Tetapi setelah menerima Komuni Pertama mereka tak lagi tampak beraktivitas, kecuali - mungkin - mengikuti Perayaan Ekaristi, rutin setiap minggu. Padahal, mereka ada dalam kelompok usia yang banyak menghadapi masalah karena tugas perkembangan fisik - psikis, dan rentan terhadap dampak negatif perkembangan masyarakat sekitar. Tetapi sebenarnya memiliki potensi spiritual yang besar. Penelusuran minat dan harapan anak pasca Komuni Pertama Paroki St. Maria, Tangerang, terhadap kegiatan-kegiatan pembinaan iman, dilakukan dalam penelitian ini Upaya penelusuran menghantar peneliti sampai pada pemahaman bahwa materi dan kegiatan pembinaan iman yang diminati dan diharapkan (dibutuhkan) anak ternyata merupakan paduan harmonis antara yang profan dan yang religius. Tidak cukup bila pembinaan iman, apa pun kelompoknya, hanya bermateri hal-hal rohani/ gerejawi dan berkegiatan di seputar altar. Juga timpanglah pembinaan iman yang hanya sedikit menyapa kebutuhan religius anak untuk lebih menekankan hal-hal profan, yang dianggap lebih menarik bagi dan disukai oleh anak. Berdasarkan kebutuhan tersebut peneliti mencoba menemukan kriteria kelompok pembinaan iman yang memadai bagi anak usia pasca Komuni Pertama. Kriteria yang ditemukan mengenai materi dan kegiatan pembinaan. Kriteria tersebut bisa saja bukan hal yang baru, atau telah dipenuhi oleh kelompok-kelompok yang sudah ada di paroki, seperti di Paroki St. Maria, Tangerang. Namun tetap menjadi catatan yang penting diperhatikan untuk merintis upaya pembinaan iman anak pasca Komuni Pertama maupun untuk mengevaluasi kelompok-kelompok yang ada. |