Konsep kemiskinan selalu berkaitan dengan berbagai pengertian tentang kesejahteraan (welfare) dan kebutuhan (needs). Selain itu untuk memahami pengertian kemiskinan atau apalagi merumuskan ke dalam suatu terminologi yang tepat, seseorang perlu mempelajari lebih cermat sebab-sebab terjadinya kemiskinan daripada akibat-akibatnya. Sebab-sebab yang menciptakan kemiskinan atau kondisi miskin tercermin di dalam dimensi kemiskinan yang tidak lain adalah aspek-aspek utama aktivitas masyarakat sehari-hari. Sub-sub kegiatan masyarakat tersebut idealnya akan menciptakan kesejahteraan rakyat yang bersangkutan dalam proses yang berlingkar-lingkar. Namun, proses tersebut tidak selalu mengarah kepada level yang lebih baik. Suatu situasi dan kondisi tertentu yang tidak menguntungkan menyebabkan proses pensejahteraan tersebut berhenti atau bahkan merosot. Proses yang ada hanya berputar-putar pada siklus semula tanpa penyelesaian. Taruhlah, di dalam suatu masyarakat terdapat sistem hubungan antara tingkat pendidikan dan ketrampilan, sistem perekonomian (katakanlah kapitalis) dengan produktivitas, pendapatan dan kemiskinan. Dalam kondisi yang semuanya berada pada level yang paling rendah, tak jarang terjadi suatu keadaan yang populer disebut sebagai lingkaran setan yang pada akhirnya secara evolusi menciptakan perangkap kemiskinan (poverty trap). Dari sudut lain kemiskinan bisa dilihat dengan teori pusat-pinggiran. Di sini disebutkan, golongan miskin adalah mereka yang berada jauh di luar lingkaran pusat (center atau core) aktivitas masyarakat. Mereka tergolong marginal dan berada di pinggiran (periphery), serta sulit untuk menjangkau apalagi melakukan akses kepada saluran-saluran sumber daya yang ada. Kondisi tersebut memberikan sedikit gambaran tentang kemiskinan struktural. Dalam keadaan demikian tak pelak terjadilah ketidakmerataan (inequality) atas penikmatan kekayaan negara dan kesejahteraan. Apabila kondisi ketidakmerataan ini berulangkali menimpa golongan marginal itu atau kelompok tertentu yang tersisih yang akhirnya menjadi marginal pula, maka tanpa disadari sebenarnya proses pemiskinan tengah berlangsung pada golongan masyarakat tersebut. Proses ini kemungkinan besar dapat terjadi dan berlangsung terus apabila elit yang berkuasa sebagai pemilik otoritas kurang memperhatikan kepentingan golongan marginal. Lebih buruk lagi, pihak yang berwenang malahan bertindak diskriminatif terhadap kelompok itu. Atau, boleh jadi pemerintah telah turun tangan dengan seperangkat kebijakan berikut kemauan politiknya (political will) yang kuat atas kepentingan mereka. Namun, kurang efektifnya penyampaian informasi dan pemberian fasilitas kepada kaum pinggiran tersebut, tetap saja mereka tidak sepenuhnya tersentuh oleh upaya dan niat baik pemerintah. |