Pada tahun 1987 yanq lalu, mengasuh dan membesarkan anak merupakan "bisnis" terbesar di banvak negara. Pada tahun itu terdapat lebih dari lima puluh juta anak-anak berusia di bawah 15 tahun. Di dalam konteks negara Indonesia, berdasarkan hasil sensus Biro Pusat Statistik, pada tahun 1985 jumlah anak berusia di bawah 20 tahun adalah 82,4 juta jiwa. Jumlah ini merupakan 49,8% dari keseluruhan jumlah penduduk Indonesia. Sampai dengan tahun 1990 yang lalu, jumlah penduduk Indonesia telah mencapai 183,4 juta jiwa dengan 50% diantaranya adalah anak-anak berusia di bawah 20 tahun. Ini berarti bahwa jumlah anak-anak berusia di bawah 20 tahun mencapai kurang lebih 91 juta jiwa. Melihat jumlahnya yang demikian besar, tidak bisa dipungkiri lagi bahwa anak adalah potensi dan penerus cita-cita banqsa. Mengingat demikian pentingnva "posisi" generasi muda dalam konteks kehidupan bernegara, maka garis-garis besar haluan negara memberikan Derhatian yang cukup besar pada masalah pembinaan dan pengembangan generasi muda. Dalam konteks kehidupan rumahtangga, anak juga "menempati" beberapa fungsi yang tak terhitung jumlahnya. Kehadiran anak dalam suatu rumahtangga, dapat menjadi pengikat keutuhan rumahtangga dan "jaminan" di hari tua. Benturan-benturan kecil dan percekcokan antara suami dan isteri, seringkali dapat terselesaikan karena kehadiran anak. Dorongan pertengkaran dan perceraian pada suami/isteri, kerapkali menjadi luluh bila mengingat anak. Pada saat orangtua memasuki usia senja anak juqa dapat berperan sebaqai penopang ekonomi rumahtangga. Manakala orangtua sudah pensiun dan tidak lagi produktif, tentu menjadi tanggung jawab anak untuk menjamin biaya hidupnya. Secara biologis, anak juga merupakan penerus generasi nenek moyangnya. Selain itu, masih banyak sederet fungsi sosial lain dari anak yang tidak terhitung jumlahnya. Mengingat sedemikian banyaknya fungsi anak, tentu merupakan kebahagiaan yang tak ternilai harganya bila suatu rumahtangga telah dikaruniai anak. Sebaliknya, bagi suatu rumahtangga yang belum dikaruniai anak, tentu sangat merasa kecewa. Bagi keluarga demikian, segala macam cara akan ditempuh untuk tujuan memperoleh anak. Konsultasi rutin dengan dokter ahli kandungan, mengikuti program bayi tabung, mengangkat anak dan sebagainya merupakan wujud nyata usaha memperoleh anak. Berbagai macam cara yang dapat ditempuh tersebut, tentu mempunyai konsekuensi vang berbeda-beda antara satu dengan lainnya. Pengangkatan anak di1ihat dari "kacamata" hukum mempunyai sejumlah konsekuensi. Konsekuensi tersebut berkisar pada masalah hak dan kewajiban orangtua angkat dan orangtua kandung terhadap anak angkat. Salah satu dari kensekuensi tersebut adalah masalah hak mewaris anak angkat. Berbeda dengan bidang Hukum Agraria, sampai saat sekarang bidang Hukum Waris masih belum terkodifikasi. Artinya, hukum vang berlaku untuk masalah pewarisan adalah beragam. Disamping berlaku Hukum Islam, Hukum Adat, berlaku juga Hukum Perdata Barat. Selain itu, konsepsi masing-masing hukum terhadap hak mewaris anak angkat, juga berbeda-beda. Paper ini akan membahas kedudukan hukum anak angkat di bidang hukum waris, ditinjau dari Hukum Adat, Hukum Islam, Hukum Positip dan beberapa peraturan tertulis lain yang ada hubungannya dengan pengangkatan anak. |