Yang dimaksud dengan kinerja keuangan adalah prestasi keuangan yang dicapai oleh perusahaan atau badan usaha dalam satu periode tertentu yang mencerminkan tingkat kesehatan keuangan dari perusahaan atau badan usaha tersebut. Melalui analisa kinerja keuangan pihak manajemen dapat mengidentifikasi kelemahan-kelemahan perusahaan serta hasil-hasil yang dianggap sudah cukup baik. Jadi hasil analisa kinerja keuangan ini sangat penting artinya bagi perbaikan, penyusunan rencana. dan kebijakan yang akan dilakukan pada waktu yang akan datang. Krisis moneter yang melanda Indonesia pada pertengahan tahun 1997 sangat berpengaruh pada kondisi dan kinerja keuangan perusahaan-perusahaan yang bergerak dalam industri tekstil. Dalam kaitannya dengan hal tersebut maka di sini dibahas mengenai pengaruh krisis moneter terhadap kinerja keuangan industri tekstil & Indonesia. Dalam melakukan analisis keuangan industri ini penuiis mengambil tiga perusahaan tekstil yang telah terdaftar di Bursa Efek Jakarta sebagai obyek penelitian. Data-data dan bahan referensi penulis dapatkan dari hasil penelitian perpustakaan di Pusat Referensi Pasar Modal di BEJ berupa laporan keuangan yang terdiri dari neraca, laporan rugi-laba, dan laporan arus kas ketiga perusahaan untuk periode 1994 s/d 1999, serta sejarah dan latar belakang masing-masing perusahaan. Adapun alat-alat yang digunakan dalam analisis adalah analisis rasio keuangan secara horizontal dan vertikal, serta analisis laporan arus kas dengan menggunakan metode Cash Flow Mechanics. Dari hasil analisis untuk periode selama enam tahun penulis menyimpulkan bahwa pada periode sebelum krisis tingkal likuiditas, aktivitas. dan profitabilitas industri tekstil dapat dikatakan menurun dari tahun ke tahun. Pada periode tiga tahun sebelum krisis nampak bahwa tanda-tanda kejatuhan ekonomi mulai terasa, dan sangat berpengaruh terhadap kinerja keuangan perusahaan-perusahaan tekstil. Pada tahun-tahun setelah krisis tampaknya perusahaan-perusahaan dalam industri telah mampu menyesuaikan diri dengan keadaan. Rasio-rasio likuiditas, aktivitas, dan profitabilitas perusahaan-perusahaan yang dianalisis menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun. Tingkat resiko dalam industry tekstil semakin meningkat dan tahun ke tahun. Selama enam tahun analisa, debt ratio dan financial leverage dari semua perusahaan tekstil yang dianalisa cenderung meningkat. Dilihat dari valuation ratio, rata-rata PER industri tekstil mengalami penurunan pada periode setelah terjadinya krisis tetapi mulai meningkat kembali pada tahun 1999, selain itu rata-rata nilai buku saham juga cenderung menurun, selama tiga tahun setelah krisis rata-rata industry dari nilai buku saham hanya berkisar antara minus Rp.63 s/d Rp.889 per lembar, bandingkan dengan batas variasinya selama tahun-tahun sebelum krisis yaitu antara Rp.1720 s/d Rp.2079. Hal tersebut memberikan indikasi bahwa kinerja keuangan industri tekstil mengalami penurunan akibat krisis moneter yang terjadi di Indonesia. Rata-rata MTBR industri ini juga mengalami penurunan, menandakan kepercayaan masyarakat yang cenderung berkurang pada perusahaan-perusahaan tekstil. sebelum krisis batas variasi rasio ini berkisar antara 1,40 s/d 2.12 sementara setelah krisis batas variasinya hanya berkisar antara 0,71 s/d 1,42. Dari hasil analisa Cash Flow Mechanics, tampak bahwa pada tahun 1997 ketika terjadinya krisis, seluruh perusahaan yang dianalisa mengalami kerugian karena adanya beban keuangan atau finansial yang besar dan bukan disebabkan karena kerugian dalam kegiatan operational perusahaan. Dua di antaranya bahkan tidak dapat memenuhi kewajiban finansialnya dengan mengandalkan COPAT, padahal dengan keadaan seperti ini perusahaan lebih baik sudah ditutup. Tetapi dalam dua tahun berikutnya semua perusahaan mampu memperbaiki aliran kasnya, bahkan pada tahun 1999 semua perusahaan yang dianalisa memiliki free cash flow setelah membiayai pendanaan jangka panjang yang berarti bahwa seluruh kebutuhan dana perusahaan mampu dipenuhi dengan internal financing. Dari hal tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa semenjak tahun 1998 perusahaan-perusahaan tersebut telah mampu memperbaiki pola aliran kasnya. |