Anda belum login :: 24 Nov 2024 10:48 WIB
Detail
ArtikelNasib Kritik Seni Tradisi Jawa  
Oleh: Nugraha, Sapta
Jenis: Article from Bulletin/Magazine - ilmiah lokal
Dalam koleksi: Media Kampus: Gairah Belajar Sepanjang Hayat vol. 04 no. 30 (2016), page 54-55.
Topik: Seni tradisi Jawa; Jawa; seni
Ketersediaan
  • Perpustakaan Pusat (Semanggi)
    • Nomor Panggil: MM97
    • Non-tandon: tidak ada
    • Tandon: 1
 Lihat Detail Induk
Isi artikelKenyataan sejarah menunjukkan bahwa anak-anak priyayi Jawa pada masa lalu dididik untuk tidak banyak bicara. Sebaliknya mereka diajarkan berbicara kalau perlu saja, dan hanya boleh berbicara menyampaikan pikiran atau jawaban kalau baru ditanya oleh yang lebih tua. Kalau tidak, sebaiknya diam dan mendengarkan. Oleh karena itu anak yang tidak banyak berbicara dan bergerak mendapat pujian yang disebut anteng. Sebaliknya, anak yang terlalu banyak bicara dan bertanya disebut crigis. Kalau bicaranya banyak dan keras disebut crawak. Kalau banyak bergerak tetapi tidak memenuhi aturan atau tata susila disebut ndridhis atau pethakilan. Apalagi kalau berani membantah atau menyampaikan pendapat yang berbeda (mengkritik) disebut mancahi atau menentang, dan kalau ngotot mempertahankan gagasannya terhadap yang lebih tua disebut nracak dan murang sarak.
Opini AndaKlik untuk menuliskan opini Anda tentang koleksi ini!

Kembali
design
 
Process time: 0.03125 second(s)